Apa Itu Hustle Culture di Dunia Kerja? Berikut Solusi Realistis Menghentikan Kebiasaan Ini

Apa Itu Hustle Culture di Dunia Kerja? Berikut Solusi Realistis Menghentikan Kebiasaan Ini

Surabaya (TintaSantri.com) – Ada budaya yang cukup merugikan pekerja yang rela memberikan 100 persen hidupnya untuk ‘industri’. Budaya ini disebut sebagai ‘budaya terburu-buru’ yang lazim di lingkungan kerja yang membutuhkan waktu ekstra dan dedikasi fisik.

Pengertian budaya hiruk pikuk adalah gaya hidup pekerja yang terus bekerja di bawah tekanan dan berlangsung secara tidak wajar, baik dalam porsi waktu maupun istirahat. Biasanya ‘hustle culture’ menjadi kebiasaan seorang pekerja jika dibarengi dengan faktor stres yang terus menerus, seperti kebutuhan hidup dan ketergantungan pada perusahaan.

Karena budaya ini berlangsung secara terus menerus, tentunya dampak yang ditimbulkan tidak jauh dari masalah kesehatan. Salah satunya adalah kelelahan dan migrain. Untuk yang belum tahu, migrain okular dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sementara, penglihatan kaleidoskopik, dan nyeri. Dan ternyata, duduk di depan komputer di bawah lampu neon sepanjang hari adalah salah satu pemicunya.

Bagian utama dari ‘budaya hiruk pikuk’ yang menjadi sorotan

Sorotan utama dari ‘budaya hustel’ adalah berapa banyak waktu yang dihabiskan pekerja di kantor mereka. Apakah Anda bekerja keras sampai larut malam? Apakah Anda bangun dan pergi bekerja pada jam 5 pagi? Apakah Anda harus pergi ke kantor setiap hari? Apakah datang ke kedai kopi, yang di sebelah kantor, pada jam 7 pagi?

Jika orang yang menderita ‘budaya hiruk pikuk’ tidak mengalami semuanya, mereka mungkin berpikir bahwa ini bukan dunia kerja yang sebenarnya. Beberapa ahli menyebut fenomena ini sebagai “workaholism”, setuju atau tidak hal ini harus segera dihentikan.

Sayangnya, ide-ide seperti pecandu kerja dan dedikasi penuh kepada perusahaan adalah sifat yang diinginkan beberapa pebisnis. Bahkan karyawan dapat dengan mudah tertarik dengan embel-embel gaji besar dalam beberapa tahun terakhir.

Solusi menghilangkan budaya hiruk pikuk

Agar budaya yang merugikan pekerja lambat laun hilang, berikut solusinya:

Pahami bahwa ‘budaya hiruk pikuk’ berasal dari ketakutan dan tekanan. Sangat sedikit orang yang benar-benar ingin berada dalam siklus gila kerja ini. Kebanyakan pekerja hanya melakukan ini jika mereka merasa dipaksa oleh rasa takut dan tekanan.

Mereka bekerja sangat keras karena mereka berpikir apa yang mereka lakukan tidak akan pernah cukup. Mereka takut pesaing mereka akan mengungguli mereka. Takut tidak mampu membayar kebutuhan atau investasi besar. Takut mereka akan kehilangan pekerjaan karena bos yang berjanji akan memberikan tambahan dua jam kerja sebagai lembur. Kita semua memahami ketakutan itu dengan sangat baik.

Tidak semua orang merasa bahwa mereka dapat menolak tawaran pekerjaan seperti itu, itulah sebabnya budaya ini terus berkembang meskipun merugikan individu-individu berbakat.

Untuk mencegah hal ini sejak awal, perlu ada peran penting bagi perusahaan untuk memikirkan kembali bagaimana mendefinisikan kesuksesan dengan kerentanannya. Artinya tugas ini diberikan kepada pemilik perusahaan yang harus menemukan ‘budaya kerja’ baru tanpa harus memaksa karyawannya. Alih-alih menciptakan lingkungan yang sangat kompetitif dan politis, lebih baik nilai pekerja disalurkan ke produktivitas berkualitas yang berfokus pada pengembangan karyawan.

Dimungkinkan untuk membangun perusahaan yang sukses dengan menghindari struktur hierarkis yang ketat. Bangun kepercayaan di setiap tim dan fokus pada proyek daripada output.

Begitu perusahaan menemukan keseimbangan yang tepat, kesuksesan menjadi lebih mudah dan lebih berkelanjutan. Pekerja tidak harus menjadi sapi perah dan berjuang terus-menerus.

Kesimpulan: Meskipun sulit untuk menghadirkan sesuatu yang baru ke dunia, bukan berarti kita harus selalu sengsara dan bekerja lebih dari jam kantor. Ketika ‘budaya hiruk pikuk’ benar-benar menjadi masalah, saatnya kita mundur selangkah dan membenahi apa yang ada.

Tidak ada alasan untuk mengorbankan kesehatan untuk definisi sukses beberapa orang. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk mengalami ketidakadilan. Kita hanya perlu menemukan sesuatu yang memberi energi dan mengejarnya dengan cara yang manusiawi tanpa merusak masa depan. (Kai/ian)


artikel berita ini telah tayang di TintaSantri.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *