Hewan Qurban Dan Problematikanya Yang Harus Anda Perhatikan

TintaSantri.com – Hewan Qurban Dan Problematikanya – Pada bulan idul adlha disyariatkan sebuah ibadah yang dilaksanakan dengan menyembelih hewan. namun tidak semua hewan yang boleh untuk dijadikan qurban, karna hewan qurban yang sesuai dengan ketentuan qurban harus memenuhi kriteria tertentu. dalam artikel ini, akan dibahas tentang ketentuan hewan qurban serta kumpulan ibarot atau rujukan dari berbagai kitab kuning mengenai ketentuan qurban dan hal lain yang berkaitan dengan hewan qurban.

hewan qurban

Ketentuan Hewan Kurban

Jenis binatang yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban adalah unta, sapi, kerbau, kambing, atau biri-biri. Adapun ketentuan hewan-hewan tersebut adalah:
unta yang sudah berumur 5 tahun,
sapi/kerbau yang sudah berumur 2 tahun,
kambing yang sudah berumur 2 tahun, dan
domba/biri-biri yang sudah berumur 1 tahun atau telah berganti gigi.
Selain itu, syarat utama hewan kurban tersebut adalah bintang yang bebas dari aib (cacat). Karena itu, tidak boleh berkurban dengan binatang yang aib seperti di bawah ini:
– Yang penyakitnya terlihat dengan jelas
– Yang buta dan jelas terlihat kebutaannya
– Yang pincang sekali
– Yang sumsum tulangnya tidak ada, karena kurus sekali
– Yang cacat, yaitu yang telinga atau tanduknya sebagian besar hilang
Ketentuan lain untuk jenis binatang unta, sapi, dan kerbau boleh digunakan untuk kurban sejumlah tujuh orang. Sedangkan untuk kambing dan domba hanya untuk kurbannya satu orang. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya: Kami pernah menyembelih binatang kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaibiah dengan seekor unta kepada tujuh orang dan lembu juga kepada tujuh orang.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

HEWAN QURBAN BETINA, LEBIH UTAMA HEWAN QURBAN JANTAN ATAU BETINA ?

Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Qurban boleh dan sah dengan yang jantan atau betina. Mengenai mana yang afdhal ada perbedaan diantara ulama, namun yang benar menurut Imam Syafiiy dan para ulama syafiiyah bahwa hewan jantan lebih afdhal dari pada hewan betina. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, hal. 397 jilid. 8)
Perlu diketahui bahwa berqurban dengan hewan yang gemuk tentu lebih afdhal dan dianjurkan sekali dibanding berqurban dengan hewan yang kurus. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Dianjurkan berqurban dengan hewan yang gemuk. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, hal. 396 jilid. 8).
Dan di indonesia umumnya ketika berqurban ada yang ingin berqurban di daerah jauh seperti di papua dan desa terpencil lainnya. Alasannya karena harga kambing disana murah sekitar 1 juta 5 ratus ribu.
Dibandingkan harga kambing di jakarta yang harganya mencapai 3 jutaan. Tentu banyak yang ingin berqurban dengan harga yang murah di pedesaan. Sebab dia bisa dapat 2 ekor kambing dengan uang 3 juta.
Lalu mana yang afdhal dari kedua hal ini? Menurut madzhab syafiiy yang afdhal adalah semakin mahal harga hewan maka qurbannya semakin afdhal. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Sungguh Imam Syafiiy rahimahullah telah berkata: hewan qurban yang mahal harganya lebih afdhal dari pada qurban dengan jumlah tertentu namun murah harganya. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al- Muhadzdzab, hal. 396 jilid. 8).
Referensi :
– Al-Majmū’ Syarḥ Muhazzab, Beirut, Dār al-Fikr, tt., j. 8, h. 392 :
وإذا جاز ذلك في العقيقة بهذا الخبر دل على جوازه في الاضحية ولان لحم الذكر أطيب ولحم الانثى أرطب
Artinya: “Jika dalam hal aqiqah saja diperbolehkan dengan landasan hadits tersebut, maka hal ini menunjukkan kebolehan untuk menggunakan hewan berjenis kelamin jantan maupun betina dalam kurban. Karena daging jantan lebih enak dari daging betina, dan daging betina lebih lembab.”
– Mughnil Muhtaj :
ويجوز ذكر وأنثى أى التضحية بكل منهما بالإجماع وإن كثر نزوان الذكر وولادة الأنثى ،نعم التضحية بالذكر أفضل على الأصح المنصوص لأن لحمه أطيب كذا قال الرافعي ونقل في المجموع في باب الهدي عن الشافعي أن الأنثى أحسن من الذكر لأنها أرطب لحما ولم يحك غيره ويمكن حمل الأول على ما إذا لم يكثر نزوانه والثاني على ما إذا كثر. مغني المحتاج ٤/٢٨٤
– Nihayatul Muhtaj :
نهاية المحتاج (8/ 133)
ويجوز ذكر وأنثى وخنثى لكن الذكر ولو بلون مفضول فيما يظهر أفضل لأن لحمه أطيب إلا أن يكثر نزواته فالأنثى التي لم تلد أفضل منه حينئذ وعلى ذلك حمل قول الشافعي والأنثى أحب إلي وحمله بعضهم على جزاء الصيد إذا قومت لإخراج الطعام والأنثى أكثر قيمة وخصي للاتباع
المجموع شرح المهذب
يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بِالذَّكَرِ وَبِالْأُنْثَى بِالْإِجْمَاعِ وَفِي الْأَفْضَلِ مِنْهُمَا خِلَافٌ (الصَّحِيحُ) الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَبِهِ قَطَعَ كَثِيرُونَ أَنَّ الذَّكَرَ أَفْضَلُ مِنْ الْأُنْثَى وَلِلشَّافِعِيِّ نَصٌّ آخَرُ أَنَّ الْأُنْثَى أَفْضَلُ فَمِنْ الْأَصْحَابِ مَنْ قَالَ لَيْسَ مُرَادُهُ تَفْضِيلَ الْأُنْثَى فِي التَّضْحِيَةِ وَإِنَّمَا أَرَادَ تَفْضِيلَهَا فِي جَزَاءِ الصَّيْدِ إذَا أَرَادَ تَقْوِيمَهَا لِإِخْرَاجِ الطَّعَامِ قَالَ الْأُنْثَى أَكْثَرُ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ الْمُرَادُ الْأُنْثَى الَّتِي لَمْ تَلِدْ أَفْضَلُ مِنْ الذَّكَرِ الذي كثر نزوانه فَإِنْ كَانَ هُنَاكَ ذَكَرٌ لَمْ يَنْزُ وَأُنْثَى لَمْ تَلِدْ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْهَا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بِالذَّكَرِ وَبِالْأُنْثَى

SAH KAH BER QURBAN DENGAN HEWAN YANG TERKENA PENYAKIT PMK ?

Akhir-akhir ini marak diberitakan bahwa adanya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan semisal sapi, wabah itu merebak di sejumlah wilayah di Indonesia, misalnya di sejumlah kabupaten di Aceh dan Jawa Timur. Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pertanian menyebut daging sapi yang terinfeksi PMK masih bisa dikonsumsi. Hanya saja, ada bagian-bagian tertentu yang harus dihindari untuk dikonsumsi. Adapun bagian-bagian yang tidak boleh dikonsumsi adalah bagian kaki, organ dalam atau jeroan, dan bagian mulut seperti bibir dan lidah. Sebagaimana yang dilansir dari kompas.com
Bagaimana hukumnya berkurban dengan hewan tersebut ?
Berkurban dengan hewan yang terinfeksi virus PMK, hukumnya ditafsil (diperinci) :
Jika kurban sunnah maka tidak sah ketika didapati adanya salah satu kondisi / tanda-tanda klinis sebagai berikut:
1. Penyakit tersebut mengakibatkan kondisinya semakin kurus sebab berkurangnya nafsu makan.
2. Luka yang ada di mulut, lidah, hidung dan kaki menjadikannya tidak boleh dikonsumsi termasuk juga jeroan, menurut ahlul khibroh.
3. Luka yang ada di kaki mengakibatkan pincang dengan sekira akan ketinggalan ketika berjalan dengan hewan sejenisnya.
Apabila hanya terinfeksi virus PMK ringan yang tidak sampai menunjukkan gejala klinis sehingga tidak mengurangi daging dan qimah (harga) hewan tersebut saat mau disembelih, maka hukumnya boleh.
Jika hewan tersebut dijadikan kurban wajib maka dalam hal ini terdapat khilaf, sebagian ulama’ menyatakan tetap sah.
Referensi :

{بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، الجزء ١ الصحفة ٦٩٦}
(و) شرطها أيضاً: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحماً حالاً، كقطع فلقة كبيرة مطلقاً، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي٠ أو مآلاً كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة
Artinya: Di antara syarat kurban juga adalah sekiranya tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging seketika itu juga, seperti terpotongnya bagian tubuh yang cukup besar secara mutlak, atau terpotongnya bagian tubuh kecil seperti (terpotongnya) telinga, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Serta (tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging) di kemudian hari, maka hewan ternak tidak boleh terkena kudis meskipun sedikit atau pun ada harapan sembuh, karena kudis bisa merusak daging, lemak, dan juga mengurangi harga.
{كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار، صح ٥٣٠}
وَمِنْهَا الجرباء فَإِن كثر جربها ضرّ وَكَذَا إِن قل على الْأَصَح وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ بِأَنَّهُ دَاء يفْسد اللَّحْم والودك وَاخْتَارَ الإِمَام وَالْغَزالِيّ أَنه لَا يمْنَع الْإِجْزَاء إِلَّا الْكثير كالمرض وَكَذَا قَيده الرَّافِعِيّ فِي الْمُحَرر بالكثير
{روضة الطالبين و عمدة المفتين، جز ٣ صح ١٩٤}
الثَّانِيَةُ: الْجَرَبُ، يَمْنَعُ الْإِجْزَاءَ، كَثِيرُهُ وَقَلِيلُهُ، كَذَا قَالَهُ الْجُمْهُورُ، وَنَصَّ عَلَيْهِ فِي الْجَدِيدِ؛ لِأَنَّهُ يُفْسِدُ اللَّحْمَ وَالْوَدْكَ. وَفِي وَجْهٍ: لَا يَمْنَعُ إِلَّا كَثِيرُهُ، كَالْمَرَضِ، وَاخْتَارَهُ الْإِمَامُ وَالْغَزَالِيُّ٠
والله أعلم بالصواب
[مغني المحتاج، ١٢٧/٦-١٢٨]
(وَشَرْطُهَا) أَيْ الْأُضْحِيَّةُ الْمُجْزِئَةِ (سَلَامَةٌ مِنْ) كُلِّ (عَيْبٍ) بِهَا (يَنْقُصُ) بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَضَمِّ ثَالِثِهِ بِخَطِّهِ (لَحْمًا) أَوْ غَيْرَهُ مِمَّا يُؤْكَلُ. فَإِنَّ مَقْطُوعَ الْأُذُنِ أَوْ الْأَلْيَةِ لَا يُجْزِئُ كَمَا سَيَأْتِي مَعَ أَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِلَحْمٍ، فَلَوْ قَالَ مَا يَنْقُصُ مَأْكُولًا لَكَانَ أَوْلَى، وَلَا فَرْقَ فِي النَّقْصِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ فِي الْحَالِ كَقَطْعِ بَعْضِ أُذُنٍ، أَوْ فِي الْمَآلِ كَعَرَجٍ بَيِّنٍ كَمَا سَيَأْتِي؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ الْأُضْحِيَّةِ اللَّحْمُ أَوْ نَحْوُهُ، فَاعْتُبِرَ مَا يَنْقُصُهُ كَمَا اُعْتُبِرَ فِي عَيْبِ الْمَبِيعِ مَا يُنْقِصُ الْمَالِيَّةَ؛ لِأَنَّهُ الْمَقْصُودُ فِيهِ، وَهَذَا الشَّرْطُ مُعْتَبَرٌ فِي وُقُوعِهَا عَلَى وَجْهِ الْأُضْحِيَّةِ الْمَشْرُوعَةِ، فَلَوْ نَذَرَ التَّضْحِيَةَ بِمَعِيبَةٍ أَوْ صَغِيرَةٍ، أَوْ قَالَ جَعَلْتُهَا أُضْحِيَّةً وَجَبَ ذَبْحُهَا فِدْيَةً، وَيُفَرَّقُ لَحْمُهَا صَدَقَةً وَلَا تُجْزِئُ عَنْ الْأُضْحِيَّةِ، وَتَخْتَصُّ بِوَقْتِ النَّحْرِ وَتَجْرِي مَجْرَى الْأُضْحِيَّةِ فِي الصَّرْفِ.
[حاشيتا قليوبي وعميرة، ٢٥٢/٤]
(وَشَرْطُهَا) أَيْ الْأُضْحِيَّةِ لِتُجْزِئَ (سَلَامَةٌ مِنْ عَيْبٍ يُنْقِصُ لَحْمًا، فَلَا تُجْزِئُ عَجْفَاءُ) أَيْ ذَاهِبَةُ الْمُخِّ مِنْ شِدَّةِ هُزَالِهَا وَالْمُخُّ دُهْنُ الْعِظَامِ (وَمَجْنُونَةٌ) وَهِيَ الَّتِي تَسْتَدِيرُ فِي الْمَرْعَى وَلَا تَرْعَى إلَّا قَلِيلًا فَتَهْزِلُ (وَمَقْطُوعَةُ بَعْضِ أُذُنٍ) وَإِنْ كَانَ يَسِيرًا، وَهُوَ كَمَا.قَالَ الْإِمَامُ: مَا لَا يَلُوحُ النَّقْصُ بِهِ مِنْ بُعْدٍ وَفِيهِ وَجْهٌ أَنَّهُ لَا يَضُرُّ (وَذَاتُ عَرَجٍ وَعَوَرٍ وَمَرَضٍ وَجَرَبٍ بَيِّنٍ) فِي الْأَرْبَعَةِ فِي الْأَرْبَعَةِ (وَلَا يَضُرُّ يَسِيرُهَا) ، لِأَنَّهُ لَا يُؤَثِّرُ فِي اللَّحْمِ (وَلَا فَقْدُ قُرُونٍ.
قَوْلُهُ: (وَذَاتُ عَرَجٍ) وَالْبَيِّنُ فِيهِ مَا تَتَخَلَّفُ بِهِ عَنْ الْمَاشِيَةِ وَقْتَ السَّعْيِ لِنَحْوِ الْمَرْعَى وَكَذَا يُمْنَعُ الْعَرَجُ وَلَوْ حَالَ الذَّبْحِ فَفَقْدُ الْعُضْوِ بِالْأَوْلَى.
[حاشية الترموسي، ٦/ ٣٦٢]
قوله : (او من لسانها) اي : والا يبين شيء من لسانها، لأنه اولى من الاذن.
[بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، ٦٩٦]
(و) شرطها أيضاً: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحماً حالاً، كقطع فلقة كبيرة مطلقاً، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي. أو مآلاً كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة.
وحذف في “التحفة” نقص القيمة؛ إذ العيب هنا ما ينقص اللحم لا القيمة، وألحق به الشلل والقروح والبثور.
[مغني المحتاج، ١٢٩/٦]
قُلْتُ: الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ يَضُرُّ يَسِيرُ الْجَرَبِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
(يَضُرُّ يَسِيرُ الْجَرَبِ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) ؛ لِأَنَّهُ يُفْسِدُ اللَّحْمَ وَالْوَدَكَ، وَالثَّانِي لَا يَضُرُّ كَالْمَرَضِ، *وَفِي مَعْنَى الْجَرَبِ الْبُثُورُ وَالْقُرُوحُ.
[المجموع شرح المهذب، ٤٠٠/٨]
لَا تُجْزِئُ التَّضْحِيَةُ بِمَا فِيهِ عيب ينقص اللحم المريضة فَإِنْ كَانَ مَرَضُهَا يَسِيرًا لَمْ يَمْنَعْ الْإِجْزَاءَ وَإِنْ كَانَ بَيِّنًا يَظْهَرُ بِسَبَبِهِ الْهُزَالُ وَفَسَادُ اللَّحْمِ لَمْ يُجْزِهِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ وَحَكَى ابْنُ كَجٍّ قَوْلًا شَاذًّا أن المرض لايمنع بِحَالٍ وَأَنَّ الْمَرَضَ الْمَذْكُورَ فِي الْحَدِيثِ الْمُرَادُ بِهِ الْجَرَبُ وَحُكِيَ وَجْهٌ أَنَّ الْمَرَضَ يَمْنَعُ الْإِجْزَاءَ وَإِنْ كَانَ يَسِيرًا وَحَكَاهُ فِي الْحَاوِي قَوْلًا قَدِيمًا
[سنن ابن ماجه، ١٠٥١/٢]
3146 – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ أَبُو بَكْرٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَرَظَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: ابْتَعْنَا كَبْشًا نُضَحِّي بِهِ، فَأَصَابَ الذِّئْبُ مِنْ أَلْيَتِهِ، أَوْ أُذُنِهِ، فَسَأَلْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَأَمَرَنَا، أَنْ نُضَحِّيَ بِهِ»
[الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢٧٣١/٤]
وإذا أوجب المرء أضحية صحيحة سليمة من العيوب، ثم حدث بها عيب يمنع الإجزاء، ذبحها، وأجزأته عند غير الحنفية (1)، لما رواه ابن ماجه عن أبي سعيد قال: «ابتعنا كبشا نضحي به، فأصاب الذئب من أليته، فسألنا النبي صلّى الله عليه وسلم فأمرنا أن نضحي به» فالعيب المانع إذن هو القديم لا الطارئ، وعند الحنفية إن كان المضحي غنياً غيَّرها.
(1) المغني ٨ /٦٢٦ فقع حنبلي
[حاشية البجيرمي على الخطيب٫ ٤/ ٣٣٥]
قَوْلُهُ: (وَأَرْبَعٌ لَا تُجْزِئُ) مَحَلُّ عَدَمِ إجْزَائِهَا مَا لَمْ يَلْتَزِمْهَا مُتَّصِفَةً بِالْعُيُوبِ الْمَذْكُورَةِ فَإِنْ الْتَزَمَهَا كَذَلِكَ كَقَوْلِهِ لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَذِهِ وَكَانَتْ عَرْجَاءَ مَثَلًا أَوْ جَعَلْت هَذِهِ أُضْحِيَّةً وَكَانَتْ مَرِيضَةً مَثَلًا أَوْ لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِعَرْجَاءَ أَوْ بِحَامِلٍ فَتُجْزِئُ التَّضْحِيَةُ فِي ذَلِكَ كُلِّهِ. وَلَوْ كَانَتْ مَعِيبَةً وَالْعِبْرَةُ بِالسَّلَامَةِ. وَعَدَمِهَا عِنْدَ الذَّبْحِ مَا لَمْ يَتَقَدَّمْهُ إيجَابٌ فَإِنْ تَقَدَّمَ فَإِنْ أَوْجَبَهَا عَلَى نَفْسِهِ مَعِيبَةً فَذَاكَ وَإِلَّا فَلَا بُدَّ مِنْ السَّلَامَةِ فَإِذَا قَالَ لِلَّهِ عَلَيَّ أُضْحِيَّةٌ ثَبَتَتْ فِي ذِمَّتِهِ سَلِيمَةً ثُمَّ إنْ عَيَّنَ سَلِيمًا عَنْ الَّذِي فِي الذِّمَّةِ، وَاسْتَمَرَّ إلَى الذَّبْحِ فَذَاكَ وَإِنْ عَيَّنَ سَلِيمًا ثُمَّ تَعَيَّبَ قَبْلَ الذَّبْحِ أَبْدَلَهُ بِسَلِيمٍ.
[إعانة الطالبين، ٣٧٨/٢]
ولو نذر التضحية بمعيبة أو صغيرة، أو قال: جعلتها أضحية، فإنه يلزم ذبحها، ولا تجزئ أضحية، وإن اختص ذبحها بوقت الاضحية، وجرت مجراها في الصرف. ويحرم الاكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره. ويجب التصدق – ولو على فقير واحد – بشئ نيئا
(قوله: فإنه يلزم ذبحها) جواب لو الداخلة على نذر، ولو المقدرة قبل قوله قال جعلتها، وإنما لزم ذبحها مع أنها معيبة لأنها هي الملتزمة في ذمته من قبل هذا الالتزام.
وما ذكر من عدم الإجزاء هو ما صرح به في التحفة والنهاية.
وكلام البجيرمي على الإقناع مصرح بالإجزاء، ونصه: ومحل عدم إجزائها ما لم يلتزمها متصفة بالعيوب المذكورة، فإن التزمها كذلك، كقوله لله علي أن أضحي بهذه وكانت عرجاء مثلا أو جعلت هذه أضحية وكانت مريضة مثلا أو لله علي أن أضحي بعرجاء أو بحامل فتجزئ التضحية في ذلك كله، ولو كانت معيبة.
Sebagai tambahan informasi, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM), menyatakan bahwa hewan ternak yang bergejala klinis PMK tidak memenuhi syarat menjadi hewan kurban, hal ini disebabkan karena hewan ternak yang bergejala klinis PMK dianggap memiliki titik persamaan dengan kriteria aib atau cacat sekaligus kriteria ketidaksahan hewan dalam hadits Rasulullah SAW. Hal ini juga berlaku bagi hewan ternak bergejala klinis ringan PMK.
Dokter ahli yang dihadirkan pada forum Bahtsul Masail LBM PBNU juga menyatakan bahwa salah satu gejala klinis yang ditemukan pada hewan ternak terjangkit PMK ringan adalah penurunan berat badan kisaran 1-2 kilogram per hari. Bayangkan per hari berkurang 1-2 kg.
Hadits Rasulullah SAW yang dijadikan acuan PBNU dalam kesepakatan ini menjelaskan sejumlah kecacatan yang menjadi penentu keabsahan hewan menjadi hewan kurban. Rasulullah SAW bersabda,
“Ada 4 hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban,
yang sebelah matanya jelas-jelas buta,
yang jelas-jelas dalam keadan sakit,
yang kakinya jelas-jelas pincang, dan
yang badannya sangat kurus dan tak berlemak,” (HR Ibnu Majah).
Syarat sah hewan kurban lainnya yang dijadikan landasan bagi PBNU adalah potensi berkurangnya daging pada hewan ternak, sebagaimana disebut Ahli Fiqih Sa’id Bin Muhammad Ba’ali al-Hadhrami.
Tepatnya bagi hewan ternak yang dagingnya berkurang saat itu juga atau pun memiliki potensi kuat berkurang di kemudian hari.
Untuk itu, LBM PBNU merekomendasikan pemerintah untuk terlibat secara langsung untuk mengecek kesehatan hewan kurban. Selain itu, disinfeksi dan vaksinasi terhadap hewan ternak perlu dilakukan kepada hewan yang belum terjangkit PMK. Tidak hanya bagi hewan yang belum terdampak PMK, PBNU juga memberi saran untuk pemerintah yang menyoroti peternak dengan hewan terdampak PMK. “Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial kepada para peternak kecil yang terdampak PMK,” tulis PBNU.
PMK dikategorikan sebagai penyakit menular yang bersifat akut dan mengakibatkan kematian pada hewan ternak.

HEWAN QURBAN CACAT SAAT PROSES PENYEMBELIHAN, SAHKAH ?

Ketika hewan qurban dibawa ke tempat lokasi penyembelihan, hewan tersebut mengamuk hingga patah tulang kakinya yang menyebabkan jalannya pincang. Pertanyaannya :
1. Masih bolehkah berqurban dengan hewan tersebut ?
2. Bagaimanakah jika hewan tersebut sudah dijadikan qurban nadzar ?
JAWABAN :
1. Jika Qurban sunah dengan hewan cacat (walaupun cacatnya waktu penyembelihan) maka hukumnya TIDAK SAH dan tidak mencukupi menurut pendapat Ashoh, namun menurut Imam As Subkiy : SAH dan mencukupi berkurban dengan hewan yang cacatnya waktu penyembelihan.
2. Dan jika cacatnya pada Qurban Wajib / Nadzar waktu menyembelih, alias waktu nadzar dalam keadaan selamat dari cacat maka SAH dan mencukupi buat qurbannya.
Ya. Berbicara masalah qurban salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kesehatan dan keutuhan seluruh anggota tubuh binatang tersebut, dalam artian binatang yang akan dijadikan sebagai binatang qurban adalah binatang yang sempurna fisiknya, tidak boleh binatang yang cacat seperti buta, pincang dan cacat tubuh lainnya. Namun kadangkala dalam proses merobohkan hewan tersebut untuk disembelih tak jarang menimbul cacat pada hewan kurban bakan kadang menimbulkan patah kakinya. Bagaimana hukumnya bila patah kaki pada hewan qurban terjadi pada saat dirobohkan untuk disembelih ? Misal Hewan Qurban Terkilir Saat Proses Penyembelihan.
Binatang yang patah kakinya atau pincang pada saat yang dirobohkan untuk disembelih maka binatang tersebut tidak memadai lagi sebagai binatang qurban (udhhiyah) menurut pendapat yang kuat. Hal ini diqiyaskan pada hewan yang cacat kakinya karena kecelakaan lalu si pemilik menjadikannya sebagai qurban sebagaimana Imam Nawawi terangkan dalam kitab Majmu’ Syarh Muhazzab.
Namun, apabila hewan tersebut merupakan hewan yang telah ditentukan sebagai kurban nazar (wajib) maka tetap disembelih sebagai nazar dan berlaku baginya hukum qurban karena kewajiban menyembelih hewan tersebut adalah wajib ‘ain (kewajibannya telah tertentu pada binatang tersebut) namun masih belum memadai sebagai udhiyyah yang diperintahkan syara’.
Pincang yang menjadi aib adalah yang berefek hewan itu akan tertinggal dari rombongannya ketika berjalan dalam rombongan.
Referensi:
– ibaroh fathul qorib :
والثانى العرجاء البين عرجها ولو كان حصول العرج لها عند اضجاعها للتضحية بها بسبب اضطرابها
Yang kedua yaitu yang jelas pincangnya walaupun pincangnya karena memberontak ketika hendak dirubuhkan untuk disembelih.
– Kitab bajuri syarah fathul qorib jilid dua halaman 298 disebutkan sbb :
لا يجزئ أضحية الا السليم من العيوب المذكورة ، ومحل عدم اجزاء المعيبة مالم يلتزم معيبة، فان التزمها كذالك كأن قال لله على ان أضحى بهذه او جعلت هذه أضحية وكانت عوراء او عرجاء او مريضة او حاملا اجزأت ووجب ذبحها وصرفها مصرف الأضحية
– Ibaroh Najmul wahhaj :
فلو كانت سليمة فاضطربت عند إضجاعها للذبح فانكسرت رجلها… لم تجزئ على الاصح ، واختار الشيخ إجزاءها
شرح البهجة ٥ ص ١٦٣
وزاد قوله (في الحال) تصريحا بأن العبرة بالعيب الموجود عند الذبح حتى لو كانت سليمة فاضطربت عند إضجاعها للذبح فانكسرت رجلها لم تجز على الأصح، واختار السبكي إجزاءها
حاشية عميرة ٤ ص ٢٥٢
أما لو نذر معيبة فضحى بها أو قال: جعلتها أضحية فإنها تتعين ويجب ذبحها وقت الأضحية وتفرقة جميع لحمها ولا تجزئ عن الأضحية المطلوبة شرعا، بخلاف السليمة المنذورة.
نعم لو نذر سليمة ثم عرض العيب فالظاهر الإجزاء عن الأضحية
– Majmu’ Syarh Muhazzab jilid 8 hal 400 Dar Fikr :
الثالثة) العرجاء ان اشتد عرجها بحيث تسبقها الماشية إلى الكلا الطيب وتتخلف عن القطيع لم تجزئ وان كان يسيرا لا يخلفها عن الماشية لم يضر فلو انكسر بعض قوائمها فكانت تزحف بثلاث لم تجزئ
ولو أضجعها ليضحي بها وهى سليمة فاضطربت وانكسرت رجلها أو عرجت تحت السكين لم تجزه على أصح الوجهين لانها عرجاء عند الذبح فاشبه ما لو انكسرت رجل شاة فبادر إلى التضحية بها فانها لا تجزئ
– Hasyiah Bujairimi `ala Khatib jilid 4 hal 334 Dar Fikr :
و ) الثانية ( العرجاء ) بالمد ( البين عرجها ) بأن يشتد عرجها بحيث تسبقها الماشية إلى المرعى وتتخلف عن القطيع فلو كان عرجها يسيرا بحيث لا تتخلف به عن الماشية لم يضر كما في الروضة

– Tuhfatul Muhtaj jilid9 hal 352 Dar Fikr :

وشرطها ) أي الأضحية لتجزئ حيث لم يلتزمها ناقصة ( سلامة ) وقت الذبح حيث لم يتقدمه إيجاب وإلا فوقت خروجها عن ملكه ( من عيب ينقص ) بالتخفيف كيشكر في الأفصح كما مر ( لحما ) حالا كقطع فلقة كبيرة من نحو فخذ أو مآلا كعرج بين لأنه ينقص رعيها فتنهزل والقصد هنا اللحم فاعتبر ضبطها بما لا ينقصه كما اعتبرت في عيب المبيع بما لا ينقص المالية لأنها المقصودة ثم ويلحق باللحم ما في معناه من كل مأكول فلا يجزئ مقطوع بعض ألية أو أذن كما يأتي ولا يردان عليه ؛ لأن اللحم قد يطلق في بعض الأبواب على كل مأكول كما في قولهم يحرم بيع اللحم بالحيوان أما لو التزمها ناقصة كأن نذر الأضحية بمعيبة أو صغيرة أو قال جعلتها أضحية فإنه يلزمه ذبحها ولا تجزئ ضحية وإن اختص ذبحها بوقت الأضحية وجرت مجراها في الصرف وأفهم قولنا وإلا إلخ أنه لو نذر التضحية بهذا وهو سليم ثم حدث به عيب ضحى به وثبتت له أحكام التضحية

– Hasyiah I`antuth Thalibin jilid 2 hal 378 Dar Fikr :
وضابط العرج اليسير أن تكون العرجاء لا تتخلف عن الماشية بسبب عرجها

BOLEHKAH PATUNGAN SAPI TAPI BEDA NIAT UNTUK QURBAN ATAU AQIQAH ?

Satu sapi untuk patungan 7 orang boleh dengan niat yang berbeda-beda, asalkan tidak lebih dari 7 orang. Misalnya: 5 orang untuk Qurban dan 2 orang untuk Aqiqoh.

Referensi :
(الباجوري . ج. 2 ص. 297)
وتجزئ بدنة عن سبعة اشتركوا فى التضحية بها (وقوله اشتركوا فى التضحية بها) اي بالبدنة ومثلها الهدي والعقيقة وغيرهما . فالتقييد بالتضحية لخصوص المقام سواء اتفقوا فى نوع القربة ام اختلفوا فيه كما اذا قصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدية وبعضهم العقيقة وكذلك مالو اراد بعضهم التضحية وبعضهم الاكل وبعضهم البيع ولو كان احدهم ذميا لم يقدح فيما قصده غيره من اضحية ونحوها ولهم قسمة اللحم لانها قسمة افراز على الاصح كما فى المجموع وللجزار بيع خصته بعد ذلك (قوله وتجزئ البقرة عن سبعة كذلك) اي اشتركوا فى التضحية فيها مع ان ذلك ليس بقيد كما علم مما مر. (قوله وتجزئ الشاة عن شخص واحد) اي لا عن اكثر منه فلو اشترك مع غيره فيها لم تكف , نعم. لو ضحى عنه وعن اهله فلا يضر وعلى ذلك حمل خبر سلم ضحى الخ.
(الاقناع. ج.2 ص. 278)
(وتجزئ البدنة) عند الاشتراك فيهما (عن سبعة) لما رواه مسلم عن جابر رضي الله عنه قال “خرجنا مع رسول الله صلى اله عليه وسلم مهلين فى الحج فامرنا ان نشترك فى الابل والبقر كل سبعة منا فى بدنة وسواء اتفقوا فى نوع القربة ام اختلفوا كما اذا قصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدي وكذ لو اراد بعضهم اللحم وبعضهم الاضحية ولهم قسمة اللحم لان قسمته قسمة افراز على الاصح كما فى المجموع (و) كذا (البقرة) تجزئ (عن سبعة) (وقوله والبقرة) اي المعينة ليخرج ما لو اشترك سبعة فى بدنتين او بقرتين فلا يكفي لأن كل واحد لم يصبه سبعة من كل بدنة. فإن ذبح البدنة او البقرة عن الشاة كان السبع واجبا وما زاد تطوع, وكذا لو اشترك سبعة مع غيرهم من من لم يرد الاضحية فيجب عن كل ان يتصدق من سبعة ولا يكفى تصدق واحد عن الجميع.
(قليوبي. ج. 4 ص. 255)
وتجوز مشاركة جماعة سبعة فى بدنة او بقرة سواء كان كلهم عن عقيقة او بعضهم عن اضحية او لا ولا كما مر وفضل الذكر كالنية (قوله بشاة) فلو جمعها مع الاضحية بشاة كفى. قال شيخنا الرملي وهو جار على ماقاله من تداخل الولائم كما مر فى ابن حجر وغيره خلافه وهو الوجه.
(فتاوى الكبرى. ج.4 ص. 256)
(سئل) رحمه الله تعالى عن ذبح شاة ايام الاضحية بنيتها ونية العقيقة فلا يحصلان اولا – الى ان قال- والكلام حيث اقتصر على نجو شاة او سبع بدنة او بقرة. اما لو ذبح بدنة ا بقرة عن سبعة اسباب منها ضحية وعقيقة والباقي كفارات فى نحو الحلق فى النسك فيجزئ ذلك وليس هو من باب التداخل فى شيئ لأن كل سبع يقع مجزيا عما نوى به ا هـ.
[المزني، مختصر المزني، صفحة ٣٩٢]
وَإِذَا نَحَرَ سَبْعَةٌ بَدَنَةً أَوْ بَقَرَةً فِي الضَّحَايَا أَوْ الْهَدْيِ كَانُوا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ وَاحِدٍ أَوْ شَتَّى فَسَوَاءٌ وَذَلِكَ يُجْزِي وَإِنْ كَانَ بَعْضُهُمْ مُضَحِّيًا وَبَعْضُهُمْ مُهْدِيًا أَوْ مُفْتَدِيًا أَجْزَأَ؛ لِأَنَّ سُبُعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَقُومُ مَقَامَ شَاةٍ مُنْفَرِدَةٍ، وَكَذَلِكَ لَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ يُرِيدُ بِنَصِيبِهِ لَحْمًا لَا أُضْحِيَّةً وَلَا هَدْيًا وَقَالَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ «نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ» .
[الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ١٢٦/٦]
(وَالْبَعِيرُ وَالْبَقَرَةُ) يُجْزِئُ كُلٌّ مِنْهُمَا (عَنْ سَبْعَةٍ) لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -. قَالَ «خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ فَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ، كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ» ” وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ «نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِالْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ» وَظَاهِرُهُ أَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ وَاحِدٍ، وَسَوَاءٌ اتَّفَقُوا فِي نَوْعِ الْقُرْبَةِ أَمْ اخْتَلَفُوا، كَمَا إذَا قَصَدَ بَعْضُهُمْ التَّضْحِيَةَ، وَبَعْضُهُمْ الْهَدْيَ، وَكَذَا لَوْ أَرَادَ بَعْضُهُمْ اللَّحْمَ وَبَعْضُهُمْ الْأُضْحِيَّةَ وَلَهُمْ قِسْمَةُ اللَّحْمِ؛ لِأَنَّ قِسْمَتَهُ قِسْمَةُ إفْرَازٍ عَلَى الْأَصَحِّ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ.
تَنْبِيهٌ: لَا يَخْتَصُّ إجْزَاءُ الْبَعِيرِ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ بِالتَّضْحِيَةِ، بَلْ لَوْ لَزِمَتْ شَخْصًا سَبْعُ شِيَاهٍ بِأَسْبَابٍ مُخْتَلِفَةٍ كَالتَّمَتُّعِ وَالْقِرَانِ وَالْفَوَاتِ وَمُبَاشَرَةِ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ جَازَ عَنْ ذَلِكَ بَعِيرٌ أَوْ بَقَرَةٌ،

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *