Hari Anak Nasional, Taman Zakat Ajak Para Orang Tua Melek Digital

Surabaya (TintaSantri.com) – Hari Anak Nasional 23 Juli dimanfaatkan Lembaga Amil Zakat Taman Zakat untuk mengingatkan para orang tua. Yakni, agar tidak gagap dalam teknologi di era perkembangan teknologi.

Oleh karena itu, Taman Zakat menggelar talkshow online bertema ‘Parenting 4.0, Menjadi Orang Tua Bijak di Era Digital’ yang menghadirkan psikolog Anglis Ayu Anjarsari.

General Manager Taman Zakat, Ziyad mengatakan, kegiatan ini diadakan karena banyaknya pemberitaan miring yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman orang tua tentang perkembangan teknologi.

“Padahal anak-anak sangat akrab dengan perangkat mereka. Orang tua tidak akan bisa mengawasi anaknya yang sibuk bermain gadget,” ujarnya.

Ziyad menjelaskan, salah satu semangat Taman Zakat adalah mendorong lahirnya generasi unggul seperti dalam salah satu visinya.

“Semangat zakat mengentaskan kemiskinan, ini bisa diupayakan melalui pendidikan. Hal ini erat kaitannya dengan upaya pengentasan kemiskinan,” ujarnya.

Dengan mendidik orang tua di era digital saat ini, menurutnya tantangannya luar biasa, karena semuanya bisa diakses, tinggal antisipasi saja.

“Orang tua saat ini tidak bisa lagi memungkiri perkembangan teknologi di era digital,” ujarnya.

Hal ini ditegaskan oleh Anglis Ayu Anjarsari, Pendiri Pusat Layanan Psikologi ALESIA Surabaya. Psikolog yang menjadi narasumber kegiatan tersebut.

Menurutnya, di era 4.0, orang tua tidak bisa mengkondisikan anaknya untuk steril dari gadget. Orang tua tidak boleh menghindar, tetapi mengatur langkah bijak yang proporsional untuk mengawasi anak dalam menggunakan gadget.

Dijelaskannya, ada empat hal yang harus dilakukan masyarakat dalam mengawasi anaknya di era digital. Pertama, orang tua tidak boleh lengah.

“Suka atau tidak, orang tua harus belajar digital. Anak-anak kita hidup di zaman ini. Kita harus mempelajari berbagai platform. Agar paham bagaimana melacak apa yang dilakukan anak-anak di gadgetnya,” pesannya.

Kedua, buatlah perjanjian parenting. Misalnya perjanjian durasi, varian akses apa yang tidak boleh ditonton dan apa yang tidak.

“Kalau kita bertemu dengan sesuatu yang tidak seharusnya kita tonton, kita harus mengajari cara melakukan counter, misalnya mengklik umpan silang di pojok,” ujarnya.

Orang tua juga harus banyak mengetahui konten mana yang mengandung pornografi, kekerasan atau kata-kata kasar agar mereka bisa lebih waspada saat anak membuka konten tersebut.

Mendampingi anak dengan gadgetnya, menurut dia, harus dengan keterbukaan dan dialog dua arah. Dia juga menyarankan agar status perangkat yang diberikan kepada anak itu dipinjam dari orang tuanya, bukan miliknya.

“Rasanya berbeda, jika itu milik sendiri dan milik orang tuanya. Agar anak mengerti bahwa orang tuanya selalu berhak membuka dan mengambil gadget yang digunakannya,” kata Anglis.

Ketiga, menghadirkan tokoh-tokoh asuh yang kompeten. “Orang tua dituntut untuk terus belajar, agar kompeten dalam mendampingi tumbuh kembang anak,” ujarnya.

Keempat, pemantauan terus menerus. Mengasuh anak, menurut dia, memakan waktu lama, bahkan sampai orang tua meninggal.

Menurutnya, pengawasan berarti orang tua melakukan pengamatan, bukan hanya melihat apa yang dilakukan anak.

“Kalau hanya menonton, orang tua akan cukup tenang melihat anaknya diam, tidak mengganggu saudaranya misalnya,” ujarnya.

Observasi, lanjutnya, lebih dari sekedar melihat. Orang tua harus tahu alasan diamnya anak. Jika alasan diamnya karena asyik menonton Youtube, orang tua harus tahu dan memastikan apa yang ditonton aman untuknya.

Pengamatan ini bahkan membuat orang tua memahami kebiasaan yang dilakukan oleh anak-anaknya sehari-hari, katanya.

Mencermati anak ini, ia menyarankan agar dilanjutkan dengan terus melakukan komunikasi intensif dengan anak. (kasus/kamu)


artikel berita ini telah tayang di Berita Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *