Indonesia Perlu Dorong Jepang Beralih Jadi Produsen Kendaraan Listrik

Jakarta (TintaSantri.com) – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, dalam menggalakkan energi bersih dan terbarukan ada dua sektor utama yaitu kelistrikan dan otomotif. Selama Jepang masih tetap memproduksi mobil berbahan bakar fosil, sulit bagi Indonesia untuk menerapkan EBT (energi baru terbarukan).

“Kalau Jepang mungkin lebih baik dalam konteks otomotif, bagaimana kemudian ke depan Jepang akan pindah ke industri otomotifnya, karena selama ini mereka belum masuk ke pasar mobil listrik. Tepatnya China dan Korea, sedangkan dominasi mereka di pasar Indonesia cukup besar. besar. Selama masih berpegang pada konvensional, relatif sulit bagi Indonesia,” kata Komaidi, Rabu (27/7/2022).

Komaidi mengingatkan, selain menarik investor asing, pemerintah juga perlu memperhatikan keberlangsungan industri otomotif secara keseluruhan.

“Lalu nasib mobil yang sudah ada, termasuk infrastruktur pendukungnya seperti pabrik, bengkel, dan karyawan, saya kira ini bukan pekerjaan rumah yang sederhana, hanya kampanye untuk pindah ke EBT, ada aspek lain yang belum tersentuh jadi jauh,” jelas Komaidi.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan sejumlah petinggi otomotif di Jepang dan mengantongi komitmen investasi senilai triliunan rupiah untuk produk kendaraan ramah lingkungan.

“Saya yakin permintaan kendaraan listrik, baik roda empat maupun roda dua di Indonesia dan di kawasan ASEAN ke depan akan terus meningkat. Indonesia dapat dijadikan sebagai basis industri produksi kendaraan listrik (EV) untuk dipasarkan di kawasan ASEAN dan di Indonesia sendiri,” kata Airlangga kemarin (26/7).

Dunia mulai beralih dari memproduksi kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik. Hal ini sejalan dengan kebijakan transisi energi Indonesia yang berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dan Nationally Determined Contributions (NDCs) pengurangan emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030.

Kendaraan umum
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengapresiasi pemerintah DKI Jakarta yang menyediakan sejumlah bus Transjakarta berbahan bakar listrik. Inisiatif ini diapresiasi dan harus didorong untuk digunakan di daerah lain di Indonesia.

“Untuk peta Jakarta tidak begitu pesimis, SDM yang baik, perencanaan yang baik dan banyak yang mengawasi. Di daerah tidak terlalu peduli, meski bisa ditiru, pusat harus mendorong ke daerah,” ujarnya.

Saat ini terdapat 11 layanan Bus Rapid Transport (BRT) yang tersedia di seluruh Indonesia. “Di Surabaya akan ada dua koridor yang menggunakan bus listrik, begitu juga dengan Bandung. Jadi, pemerintah daerah bisa mulai menggunakan bus listrik melalui BRT ini,” ujarnya.

Keberadaan angkutan umum yang layak sangat penting dalam pergerakan orang. Pengguna kendaraan pribadi dapat beralih ke transportasi umum untuk mengurangi emisi.

Sementara itu, pemerintah juga diminta lebih aktif melakukan sosialisasi dan layanan mobil listrik. “Gimana pemakaiannya, maksudnya nanti pakai mitigasi, terhadap kecelakaan, informasi pakai aki mudah atau tidak, kajian penyediaan charging station, berapa jam untuk rumah tangga, perlu disosialisasikan, jangan pakai gas seperti kita. dulu, ternyata gagal karena SPBGnya jauh,” katanya. Djoko.

Ia mengingatkan, keberadaan transportasi listrik bukanlah hal baru di Indonesia. Di dataran tinggi Asmat, masyarakat sudah menggunakan mobil listrik. Artinya peluang dan kemauan ada, tinggal implementasi di lapangan. (ke/hanya)


artikel berita ini telah tayang di Berita Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *