Sidoarjo || Bratapos.com – Ketiga pelaku kekerasan terhadap anak yang berujung pada MD kini telah ditangkap oleh Satreskrim Polres Sidoarjo, kejadian tersebut terjadi pada Minggu (9/11/2022), sekitar pukul 11.00 WIB, dengan pelapor DHA (Bpk Korban) , langsung (Ditangani Satreskrim Polresta Sidoarjo), di depan Kodim 0816 Sidoarjo.
“Korban kekerasan, ARA, 17 tahun, pelajar, (meninggal di RSUD Sidoarjo.
Semua tersangka memiliki inisial,
EAN (Sebagai Koordinator Diklat PSHT, Kabupaten Sidoarjo, laki-laki, 25 tahun, wiraswasta, warga Perum Istana Residence, Desa Grogol, Kabupaten Tulangan, MAS (Anak) (sebagai Penguji, Laki-laki, 16 Tahun, Muslim, Pelajar, Kewarganegaraan) Indonesia, Jawa, Alamat Desa Kemiri, dan FLL (sebagai Penguji, laki-laki, 19 tahun, Swasta, alamat desa Sidokumpul, Kabupaten Sidoarjo, MRS (sebagai Penguji, laki-laki, 18 tahun, Muslim, belum bekerja, Alamat residen adalah Perum Magersari Desa Magersari Kecamatan/Kabupaten Sidoarjo.
Modus operandinya adalah pelaku melakukan atau turut serta melakukan kekerasan fisik terhadap korban dengan cara memukul dan menendang di bagian perut sehingga menyebabkan korban meninggal dunia saat menjalani perawatan medis di RSUD Sidoarjo.
“Barang bukti yang diamankan petugas polisi, baju korban, 2 buah HT.
Kronologis awal penangkapan pelaku, pada Minggu (22/11/22) bertempat di Kodim 0816 Sidoarjo ada kegiatan penaikan sabuk mahasiswa pencak silat PSHT yang diikuti 56 mahasiswa, dan korban salah satu pelaku pencak silat. peserta ujian kenaikan sabuk dengan Ketua Pelaksana MAD (Ketua PSHT Cabang Kota). Sidoarjo), sedangkan EAN adalah Koordinator Diklat PSHT se-Kabupaten Sidoarjo. Bahwa untuk melewati kenaikan sabuk, anda harus melalui 3 Pos yaitu Pos 1 Senam, Pos 2 Tendangan dan Pos 3 Pasang.
Penanggung jawab Pos 3, WF (Pemeriksa), MAS (Pemeriksa), FLL (Pemeriksa), GIL (Pemeriksa), MRS (Pemeriksa), kegiatan dimulai pukul 07.00 WIB, kemudian sekitar pukul 11.00 WIB saat korban bersama 9 orang lainnya ada di Pos 3 materi pairing, saat itu korban mengeluh pusing dan tidak kuat ke MAS selaku pemeriksa, dan ditanya “kenapa” korban menjawab “saya selesai berguling”, ujarnya.
“Kemudian MAS melihat korban tidak serius mengikuti ujian dan sering melakukan kesalahan saat mengerjakan ujian, lalu MAS kesal dan bertanya kepada korban “mau apa tidak?” jawab “nggeh mas” lalu MAS memberi tahu korban untuk membungkuk, MAS memukul punggung korban sebanyak 2 kali.
Saat menyuruh korban untuk berdiri dan menahan nafas, MAS kembali memukul dada korban 2 kali menggunakan tangan kanannya, dan memukulnya dengan mengayunkan perut dan dadanya 2 kali, lalu menendang perut korban dengan kaki kanannya. , lanjut MAS pergi menguji siswa lainnya.
Bahwa pada saat itu korban mengikuti tes lagi, tiba-tiba korban mengangkat tangannya mengeluh sakit ke FLL, dia berbicara di HT mengatakan “mas iki ono, siswa itu pura-pura pusing dan lemah”, berulang kali, dan segera EAN datang dan memperhatikan korban, lalu EAN bertanya pada FLL “seng yang mana” dan FLL menunjuk korban.
Bahwa EAN mengawasi gerak pemeriksaan korban dan melihat korban tidak serius dalam pemeriksaan tersebut, EAN menarik korban keluar dari barisan dan diberi hukuman yaitu kuda dipukul dua kali pada bagian perut dengan tangan kanannya, kemudian diperintahkan korban masuk barisan lagi, namun EAN menganggap korban masih belum serius karena melihat korban masih pusing kemudian korban ditendang 1 kali ke arah perut. Selanjutnya korban didekati oleh MAS (Anak) karena memekik kemudian korban dipukul dengan siku yang terkepal satu kali hingga korban terjatuh dan terlentang dan MAS (Anak) kemudian pergi.
Melihat korban jatuh, kemudian EAN menyuruh korban untuk berdiri dan berkata “kau tidak kuat, akhirnya korban berjalan ke rest area, dan bertemu dengan saksi S. berkata “mau kemana” dan korban diberitahu “ mau pulang” dan saat itu korban terhuyung-huyung menuju tempat peristirahatan.
Di tempat peristirahatan korban bertemu dengan saksi YKM dan diberikan air minum, tidak lama kemudian korban berdiri dan berjalan menuju Pos 2, namun sebelum sampai di Pos 2 korban terjatuh di tengah lapangan kemudian berdiri dan berjalan melewati GIL, dan FLL dan MRS
Saat itu korban berkata “wes hancok kon iki ndasku iki mumet, ngelu, wes gak ngereken aku” sehingga MRS yang mendengar melakukan tindakan dengan memberi isyarat untuk bernafas, memegang perut lalu memukul perut korban namun berhasil dihalau, lalu berkata “selamatkan perutmu” lalu korban ditendang dibagian perut 1 kali sampai Sempyongan jatuh terlentang, mengetahui kejadian tersebut saksi WF membantu korban berdiri dan berkata kepada MRS yang hendak meninggalkan korban “Hee..ki’s tanggung jawab”, kemudian ia kembali dan membawa korban ke tempat peristirahatan dengan dikuatkan oleh saksi WF dan MRS
Sesampai di tempat, korban melompati selokan dan terhuyung-huyung, kemudian saksi YKM membantu mengoleskan minyak kayu putih pada bagian perut dan dada, namun korban belum sadarkan diri dan dibawa ke RSUD Sidoarjo dan tiba pada pukul 18.00 WIB. korban dinyatakan meninggal dunia saat menjalani perawatan medis.
Dari hasil visum et Repertum, hasil otopsi menyimpulkan, pemeriksaan luar ditemukan memar pada wajah kanan dan kiri, memar pada dada dan lecet pada dada, pemeriksaan dalam ditemukan perdarahan pada kelenjar lambung (selaput). Ditemukan memar pada hati, di atas kelainan kekerasan tumpul. Penyebab kematian orang ini adalah trauma tumpul di perut.
Kapolres Sidoarjo Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro SH SIK menyampaikan dalam siaran persnya, berdasarkan fakta di atas, pada 16/9/2022 penyidik dari Satreskrim Polres Sidoarjo telah menetapkan 4 tersangka yakni EAN, MAS (Anak), FLL, MRS, dalam hal melakukan atau ikut melakukan kekerasan terhadap Anak yang mengakibatkan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) Jo. 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 ayat (2) KUHP ke-3, kini telah ditahan 4 tersangka oleh penyidik dari Sidoarjo Satreskrim Polri.
“Sebagai tim penguji, mereka melakukan tindakan berupa kekerasan fisik terhadap korban karena menganggap korban tidak serius mengikuti ujian kenaikan sabuk di PSHT pencak silat perguruan tinggi karena banyak gerakan yang salah,” pungkas Kusumo. Masih Kusumo, dia juga terjerat Pasal 80 ayat (3) Jo. 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). rupiah).
Kemudian Pasal 170 ayat (2) KUHP ke-3 KUHP, di muka umum dengan kekuatan bersama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, tambah Kusumo.
artikel berita ini telah tayang di bratapos.com