Ahmad Arifin, Kepala Bratapos Jawa Tengah (foto: istimewa)
GROBOGAN || Bratapos.com – Dalam menyelesaikan pelatihan jurnalistik mahasiswa yang diadakan di kampus STIA WS Semarang cabang Demak, Arifin menjelaskan bahwa Kebebasan Pers adalah kekuatan demokrasi dan merupakan penopang pilar demokrasi lainnya seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif. “Ketika pilar-pilar lainnya lumpuh, pers diharapkan tampil ke depan untuk menyelamatkan tegaknya nilai-nilai demokrasi di negara demokrasi, oleh karena itu jangan sekali-kali menggunakan profesi pers sebagai alat untuk memback up,” kata Ahmad Arifin Kacab Bratapos, Central Jawa, Minggu (25/9/22).
Akses informasi melalui media massa sejalan dengan prinsip demokrasi, yaitu adanya transformasi yang utuh dan terbuka yang mutlak diperlukan bagi negara-negara yang menganut demokrasi, agar terjadi pemerataan informasi. “Untuk dapat menjalankan perannya, perlu dijunjung tinggi kebebasan dan kemandirian dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang.
Kebebasan pers diperlukan untuk demokrasi, keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara atas pers nasional yang tidak dikenai penyensoran, larangan, atau larangan penyiaran.
Untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi serta hak menolak sebagai bentuk tanggung jawab pemberitaan.
Definisi kebebasan pers mencakup dua hal.” Pertama, struktur (freedom from), yaitu kebebasan pers dipahami sebagai suatu kondisi yang diterima oleh media sebagai akibat dari struktur tertentu.
Suatu negara disebut bebas jika tidak ada sensor, bebas dari tekanan terhadap wartawan, bisa mandiri di tengah pengaruh lingkungan ekonomi termasuk kepemilikan, tidak ada aturan hukum yang membatasi kebebasan pers, bebas dari sosial dan politik. tekanan.
Kedua, performance (kebebasan untuk), yaitu bahwa kebebasan pers juga diukur dari bagaimana pers menggunakan kebebasan itu. “Misalnya pemberitaan media sudah jujur dan adil, mengungkap fakta yang sebenarnya, membela kepentingan publik dan sebagainya.
Ahmad Arifin, Kepala Bratapos Jawa Tengah mengatakan, “Pers berada dalam tatanan demokrasi, dengan ciri-ciri dasar pers dalam demokrasi, yaitu kebebasan dan kemerdekaan”.
Sebagai lembaga demokrasi, pers bersifat otonom (mengatur dan mengelola dirinya sendiri). “Dalam ranah otonomi, pers semacam ini menjalankan otonomi fungsional (functioneele autonomie).
Dalam status hukum seperti itu, pers yang berada di bawah naungan negara atau pemerintah dapat menjalankan fungsi jurnalistiknya (jurnalisme) secara bebas dan mandiri.
Saat ini sedang berlangsung wacana mengenai substansi kebebasan pers dan independensi pers.
Di masa lalu, kedua isu ini semata-mata dalam konteks politik (pers dikendalikan oleh otoritas politik, pers berada di bawah tekanan otoritas politik, pers tunduk pada berbagai pembatasan preventif dan represif.
Dalam konteks saat ini, kebebasan dan kemandirian berkaitan dengan pers sebagai sebuah industri (press as an economic enterprise). “Pemilik pers (modal) dapat sangat mempengaruhi kebebasan pers dan independensi pers, baik secara politik maupun ekonomi.
Kepemilikan (modal) pers dapat dipengaruhi oleh peran politik pemilik (modal) pers. “Dalam arti ekonomi, kebebasan dan kemandirian pers berkaitan dengan pers sebagai bisnis yang mencari keuntungan.
Hal yang menjadi sorotan pers sejak memasuki rezim reformasi di Indonesia, yaitu makna kemerdekaan dan kemerdekaan. “Pertama: tentang kebebasan pers. Disebut juga dengan kebebasan pers.
Kebebasan diartikan sebagai “diperbolehkan (tidak dilarang) melakukan apa saja selama tidak melanggar kebebasan orang lain”. Artinya, tidak pernah dibenarkan oleh seseorang atas nama kebebasan bertindak yang akan membatasi, menghalangi atau menghilangkan kebebasan orang lain.
Secara normatif, kebebasan diartikan sebagai diperbolehkan melakukan apa saja selama tidak dibatasi oleh undang-undang. maka ini juga mengandung pengertian, boleh tidak melakukan sesuatu selama tidak diwajibkan oleh undang-undang.
Bagi pers, makna normatifnya ditambah dengan: “diperbolehkan memuat atau tidak memuat berita sepanjang tidak bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik”. Selain itu, prinsip self-censorship juga berlaku atas dasar pertimbangan kepentingan atau kemanfaatan umum.
Seperti sistem nilai yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat dan rasa keadilan. Kedua: tentang kemerdekaan.” untuk sejumlah pembahasan kali ini ada yang menyamakan independen dengan netral, atau setidaknya salah satu unsur independensi adalah netralitas.
Kemandirian adalah salah satu bentuk kebebasan (independence, freedom). Salah satu bentuk kebebasan mutlak adalah kebebasan memilih atau membuat pilihan (freedom of choice).
Ini juga berlaku untuk pers independen. “Tidak mungkin pers melarang pers memiliki kebebasan memilih, sepanjang pilihan itu tidak melanggar batas-batas yang ditetapkan undang-undang.
Untuk menjamin kebebasan seperti demokrasi, ketersediaan atau penyediaan berbagai pilihan merupakan ciri dan keharusan. “Dalam kemerdekaan, yang menjamin kebebasan memilih, itu termasuk kebebasan untuk memihak.
Tidak melanggar kewajiban etik (yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik) dan tidak melanggar prinsip dan tradisi pers yang demokratis.” untuk selalu mengingat pers sebagai institusi publik yang harus bekerja untuk kemaslahatan dan menjaga kepercayaan publik,” pungkasnya saat memberikan sambutan di kampus.
Reporter : Parman
Editor : indi
artikel berita ini telah tayang di bratapos.com