Publik Harus Dorong Parpol Koalisi Pilpres 2024 Lebih dari Dua Poros

Publik Harus Dorong Parpol Koalisi Pilpres 2024 Lebih dari Dua Poros

Jakarta (beritajatim.com) – Survei Kompas Litbang menemukan bahwa 62,4 persen responden menilai koalisi parpol (partai) yang terbentuk saat ini berpeluang besar untuk berubah.

Komitmen parpol yang telah dibangun selama ini belum mampu menjamin gambaran nyata koalisi pada Pilpres 2024.

Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai peta koalisi masih akan berubah hingga 2024. Semua pihak masih menjajaki dan berkomunikasi politik. Partai sedang menjajaki kemungkinan satu sama lain untuk pemilihan presiden 2024.

“Tidak mudah menyimpulkan. Kalau saya masih dalam tahap saling menjajaki, mereka butuh chemistry, mereka butuh platform yang sama dan mereka saling menguntungkan. Tentu mereka memikirkan dua hal, pemilu legislatif oke, Pilpres tidak apa-apa,” kata Siti Zuhro, Senin (26/9/2022).

Menurut Zuhro, melihat dinamika politik yang begitu cair membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat dan suara-suara masyarakat sipil untuk mendorong pemilihan presiden agar tidak hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon). Pilpres 2019 cukup memberi pelajaran dampak yang ditimbulkan ketika hanya ada 2 pasangan calon.

“Jadi menurut saya, kalau kita tidak seaktif tahun 2014 dan 2019, pasti ada dua sumbu yang mereka suka. Apa gunanya berpisah, menguras energi, namun tidak menang. Jadi sekarang sangat tergantung pada masyarakat sipil,” katanya.

Zuhro menambahkan, masyarakat sipil harus mendorong partai politik untuk menjalankan fungsi perwakilan dengan menghadirkan lebih dari 2 calon presiden dan wakil presiden.

“Jadi kalau masyarakat sipil kuat menyuarakan bahwa pelajaran dari 2 pemilu membuat kita ini adalah fungsi representasi yang seharusnya dilakukan oleh partai, bukan dijalankan. Itu yang harus terus dibenahi dan efeknya hanya 2 pasangan calon. Jadi kalau kita diam, masyarakat sipil diam, jadi mereka pergi,” katanya.

Tergantung situasi

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin, menilai pembubaran koalisi masih akan berlangsung dinamis, sesuai dengan situasi politik, hingga titik akhir.

“Memang untuk koalisi parpol yang dikatakan final, tentu tergantung situasi politik yang berkembang. Bisa saja ada kejadian yang tidak kita ketahui,” kata Alvin saat berbincang, Senin (26/9). . Namun dalam koalisi, partai akan memperhatikan kebutuhan partai terlebih dahulu baru kemudian koalisi.

“Masing-masing pasti tidak mau jadi beban, dalam koalisi ada pihak yang menjadi beban, makanya pihak lain menggunakan strategi adu domba,” kata Alvin.

Saat ini, poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Gerindra-PKB, Nasdem-Demokrat-PKS dan PDIP telah terbentuk.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pekan lalu. Pertemuan mereka dimaknai dan diterima sebagai bentuk persahabatan.

“Sebenarnya pertemuan Pak Airlangga dan Prabowo, peluangnya besar karena sama-sama nasionalis. Dan keduanya memiliki latar belakang kerja sama di kabinet, eksekutif, dan mereka masih terbuka,” kata Alvin. Apalagi, PPP, anggota KIB lainnya, pernah berkoalisi dengan Gerindra pada 2014 silam.

“Ini masalahnya apakah koalisi tidak final kan, dengan kata lain koalisi bisa direduksi dan partai bisa bergabung. Tinggal bagaimana masing-masing pimpinan partai berkomunikasi,” jelas Alvin.

Namun, selain sibuk kumpul dan bongkar, ia menyarankan, para petinggi parpol juga bisa menjawab tantangan zaman, terutama krisis ekonomi global, dan pemenuhan perut rakyat.

“Karena sekarang publik lebih mementingkan siapa pemimpin atau partai yang bisa memberikan solusi praktis bagi rakyat,” tambah Alvin. (ayam/ted)


artikel berita ini telah tayang di beritajatim.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *