PALEMBANG || Bratapos.com. Seminar Hari Tani Nasional dengan tema “Menumbuhkan dan Mengembangkan Semangat Petani Milenial Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional” yang diselenggarakan di gedung KH Faqih Usman Universitas Muhammadiyah Palembang, Kamis (29/9/2022).
Seminar Hari Tani Nasional ini menghadirkan narasumber yaitu Bupati Ogan Ilir Panca Wijaya Akbar, SH, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Ternak Provinsi Sumsel, Ir. Ruzuan Effendi, MM, dan Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian UMP Dr. H. Rahidin H. Anang, MS.
Dalam paparannya Bupati Ogan Ilir Panca Wijaya Akbar, SH menyampaikan bahwa sektor pertanian memiliki potensi yang besar seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia.
“Jumlah petani di Indonesia berdasarkan kategori usia, yaitu petani muda di bawah usia 34 tahun 11,7 persen (3,2 juta orang), petani berusia di atas 55 tahun 35,9 persen (15,5 juta orang) dan petani berusia 35-54 52,4 persen. 9,9 juta orang,” katanya.
Lebih lanjut, Panca mengatakan bahwa sekarang pola pikir anak-anak milenial harus diubah tentang petani.
“Selama ini anggapan menjadi petani itu jadul, butuh kerja keras, tidak menguntungkan, tidak asik, kurang informasi, dan malu. Sekarang pola pikir ini salah, sekarang saatnya generasi muda berperan memajukan sektor pertanian,” ujarnya
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumsel, Ir. Ruzuan Effendi, MM mengatakan, dalam pembahasan seminar ini bertemakan menjaga ketahanan pangan di masa pasca pandemi covid-19.
“Sebenarnya bukan hanya pasca pandemi tapi ini harus ditanamkan di masyarakat untuk merubah pola pikir. Bahwa kebutuhan pangan itu perlu dan harus selalu dijaga dengan cara bagaimana kita memanfaatkan semua kemampuan yang ada, baik itu dari pekarangan, lahan sempit, atau lahan luas yang harus ditopang oleh semua kalangan,” ujarnya.
Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian UMP Dr. H. Rahidin H. Anang, MS mengatakan ini merupakan masalah pertanian milenial. Jadi pemerintah harus mewujudkan pertanian milenial ini jika tidak, 10 atau 12 tahun lagi Indonesia akan mengalami krisis petani.
“Kenapa petani krisis karena milenial belum siap terjun sebagai petani. Bekerja di sektor pertanian memiliki persepsi bahwa bekerja di sektor yang kotor, pas-pasan, kumuh, kotor, ekonomi tidak terjamin sehingga pemikiran seperti ini menjadi wacana di kalangan mahasiswa,” ujarnya.
Lebih lanjut Rahidin mengatakan bahwa petani milenial adalah petani yang mengikuti perkembangan zaman dan teknologi mengikuti perkembangan teknologi.
“Jadi sektor pertanian harus memanfaatkan teknologi canggih. Kemudian generasi muda berpikir dan muncul petani milenial yang kreatif dan inovatif,” ujarnya.
Dikatakannya, teknologi pertanian di Sumsel sudah sangat berjalan, namun teknologi ini semakin hari semakin canggih.
“Teknologi semakin canggih, jadi kita butuh stimulan. Ke depan akan ada pemikir, pencipta, dan teknologi baru yang khusus untuk pertanian,” ujarnya.
Pemerintah harus bertanggung jawab dalam arti kata pemerintah juga tidak hanya menggelontorkan program, menggelontorkan paket petani milenial tapi bagaimana mengimplementasikannya.
“Oleh karena itu, pemerintah harus bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk mewujudkan hal tersebut. Sehingga mahasiswa pertanian benar-benar terdidik, dilatih, diberi kesempatan, diberi lahan, diberi dana atau modal, membuat aplikasi teknologi pertanian yang luar biasa, dan meningkatkan jejaring. Jika semua ini terwujud, kita akan menghasilkan petani yang memang memiliki minat luar biasa terhadap pertanian milenial,” pungkasnya.
Pengarang : Karman
artikel berita ini telah tayang di bratapos.com