Surabaya (beritajatim.com) – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 443.33/31474/436.7.2/2022 tentang Kewaspadaan Penyakit Legionellosis Di Kota Pahlawan.
Legionellosis adalah infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella.
Hal ini merupakan tindak lanjut SE Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Nomor: HK.02.02/C/4310/2022 tentang Kewaspadaan Penyakit Legionellosis di Indonesia.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina mengakui hingga saat ini belum ada kasus terkonfirmasi Legionellosis di Kota Pahlawan.
Namun, fasilitas kesehatan (faskes) diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan deteksi dini melalui surveilans aktif (continuous observation) terhadap penyakit yang menyerupai atau dapat menyebabkan Legionellosis.
“Penyakit yang mengarah atau mirip adalah Pneumonia, Influenza Like Illness (ILI) atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut Parah (SARI) dengan memanfaatkan aplikasi Early Alert and Response System (SKDR),” kata Nanik di Surabaya, Rabu (28/9/2022). .
Nanik menjelaskan, Legionellosis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Salah satu cara untuk mengidentifikasi Legionellosis adalah dengan mengetahui gejala awal yang muncul.
Diantaranya, batuk berdahak, demam, mialgia (nyeri otot), diare, dispnea (sesak napas), kehilangan nafsu makan, lemas, dan sakit kepala.
“Cara penularan bakteri Legionellosis adalah melalui aerosol di udara, air minum yang mengandung bakteri Legionella, aspirasi air yang terkontaminasi, inokulasi langsung melalui alat pernafasan, mengompres luka dengan air yang terkontaminasi, dan fasilitas kesehatan yang tidak dikelola dengan baik, menyebabkan infeksi nosokomial, “jelasnya.
Pada dasarnya semua kelompok umur dapat terkena Legionellosis, namun ada beberapa faktor risiko yang rentan terhadap infeksi yaitu 75-80 persen usia >50 tahun atau usia lanjut (lansia) merupakan kelompok yang lebih rentan terhadap penyakit tersebut. Kemudian, perokok, pecandu alkohol, dan pengobatan imunosupresif.
“Dan memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes, penyakit jantung, penyakit paru-paru kronis, penyakit ginjal kronis, dan lain-lain,” katanya.
Oleh karena itu, selain menerbitkan SE, Dinas Kesehatan Kota Surabaya juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya warga Kota Surabaya mengenai kewaspadaan terhadap penyakit Legionellosis melalui Puskesmas setempat.
Serta memantau informasi global dan regional melalui portal informasi resmi satu atap yaitu WHO dan Kementerian Kesehatan RI.
“Meningkatkan kewaspadaan melalui pengamatan terhadap penerapan Sistem Kewaspadaan Dini (SKDR) Kementerian Kesehatan. Menindaklanjuti laporan penemuan kasus dari masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan dengan melakukan investigasi dalam waktu 1×24 jam. Dan melakukan penyelidikan epidemiologi kasus, jika ada kasus. Ditemukan dengan tanda dan gejala Legionellosis yang bersumber dari laporan masyarakat, media, dan fasilitas kesehatan,” jelasnya.
Selanjutnya, rumah sakit di kota Surabaya juga siap menghadapi Legionellosis. Diantaranya, mengamati gejala sesuai definisi operasional klaster Legionellosis dan Pneumonia, dikelola dan melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai SOP.
“Pengendalian faktor risiko lingkungan bakteri Legionella yang terdapat di rumah sakit, karena keberadaan bakteri Legionella di fasilitas rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Juga segera laporkan ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya, jika ada potensi penemuan kasus sesuai indikasi kasus dalam waktu kurang dari 24 jam,” ujarnya.
Sedangkan pada kesiapsiagaan di puskesmas yaitu penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat di kota Surabaya. Ia mengimbau seluruh masyarakat untuk segera mengakses fasilitas kesehatan (puskesmas setempat) jika mengalami gejala legionellosis. Memantau dan melaporkan kasus yang ditemui sesuai dengan definisi operasional melalui aplikasi SKDR
“Dan memperkuat jaringan surveilans lintas program dan lintas sektor di masing-masing wilayah kerja puskesmas,” ujarnya.
Nanik menambahkan, tempat/lokasi berkembang biaknya bakteri Legionella adalah tempat yang menampung air dengan kondisi hangat dan lembab. Dengan demikian, masyarakat, penyedia akomodasi, taman rekreasi, dan fasilitas kesehatan perlu melakukan pembersihan dan pemeliharaan secara teratur, serta pengolahan air yang efektif.
Konsumsi air sesuai baku mutu air minum (pemantauan kualitas lingkungan, pemeliharaan dan pencatatan) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Melalui Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan (IKL) melalui Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” imbuhnya.
Lakukan desinfeksi, jika ada kasus yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi Legionella. Membersihkan air mancur dekoratif secara teratur, Melaksanakan pengelolaan bak air panas, spa, dan kolam renang yang tepat, termasuk penyaringan dan desinfeksi yang kuat.
Selain itu, memantau dan memelihara tempat-tempat yang menjadi faktor risiko perkembangbiakan bakteri Legionella.
“Jika ditemukan parameter yang tidak memenuhi standar, segera laporkan ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan turun tangan untuk mengendalikan faktor risiko dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” pungkasnya.[asg/ted]
artikel berita ini telah tayang di beritajatim.com