Category Archives: FIQIH

Apakah Imam Harus Mengeraskan Salam Pada Akhir Sholat ?

PERTANYAAN :

Assalamu’alaikum wr. Wb. Di daerah saya ada seorang imam / ustadz membaca salam pertama ketika sholat dibaca pelan dan yang kedua keras, dan ada juga seorang imam yang membaca salam pertama di baca dengan keras dan salam kedua dibaca pelan, akhirnya timbul perdebatan di antara makmum / jamaah di daerah saya, bingung Mana ustad yang harus diikuti pendapatnya. Mohon barangkali di sini ada yang bisa menerangkan / menjelaskan perbedaan pendapat tersebut. [Ali Sodikin].

JAWABAN :

Wa’alaikum slm wr wb. Dalam kitab Al Mughni diterangkan, diriwayatkan dari Imam Ahmad Rahimahullah bahwa bagi imam shalat sebaiknya mengeraskan suara pada salam yang pertama, sedangkan pada salam yang kedua suaranya lebih pelan daripada salam yang pertama. 

Jadi bagi imam salam pertama dianjurkan mengeraskan suara, dan bagi makmum dan munfarid untuk melirihkan kedua salam. Wallohu a’lam. [Faisol Tantowi, M Khamim, Santriwati Dumay].

Referensi :

– Al Mughni:

وقد روي عن أحمد رحمه الله أنه يجهر بالتسليمة الأولى، وتكون الثانية أخفى من الأولى، يعني بذلك في حق الإمام .

[البهوتي ,كشاف القناع عن متن الإقناع ,1/362]

(وَالِالْتِفَاتُ سُنَّةٌ) قَالَ أَحْمَد ثَبَتَ عِنْدنَا مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ «أَنَّهُ كَانَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَيَسَارِهِ، حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ» (وَيَكُونُ) الْتِفَاتُهُ (عَنْ يَسَارِهِ أَكْثَرَ) لِفِعْلِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَوَاهُ يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ عَنْ عَمَّارٍ قَالَ «كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ الْأَيْمَنِ، وَإِذَا سَلَّمَ عَنْ يَسَارِهِ يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ الْأَيْمَنِ وَالْأَيْسَرِ» فَيَلْتَفِتُ (بِحَيْثُ يُرَى خَدَّاهُ يَجْهَرُ إمَامٌ بِ) التَّسْلِيمَةِ (الْأُولَى فَقَطْ) لِأَنَّ الْجَهْرَ فِي غَيْرِ الْقِرَاءَةِ إنَّمَا كَانَ لِلْإِعْلَامِ بِالِانْتِقَالِ مِنْ رُكْنِ إلَى آخَرَ وَقَدْ حَصَلَ بِالْجَهْرِ بِالْأُولَى (وَيُسِرُّهُمَا) أَيْ التَّسْلِيمَتَيْنِ غَيْرُهُ وَهُوَ الْمُنْفَرِدُ وَالْمَأْمُومُ إلَّا لِحَاجَةٍ وَتَقَدَّمَ.

الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ (2/98)

خفض التسليمة الثانية عن الأولى: يسن ذلك عند الحنفية والحنابلة؛ لأن الأولى للإعلام، فيجهر بها، وقد حصل العلم بالجهر بها، فلا يشرع الجهر بغيرها.

وقال المالكية: يسن الجهر بتسليمة التحليل فقط دون تسليمة الرد، بل يندب السرفيها، أي يسن للإمام والمأموم والمنفرد الجهر بالتسليمة يخرج بها من الصلاة، ويندب السر في تسليمة المقتدي للرد على إمامه وعلى من يساره من إمام ومأموم.

وقال الحنابلة: يجهر الإمام بالتسليمة الأولى فقط، ويسر غيره التسليمتين.

Tanya Jawab Kami Kutip Dari PISS KTB

Ini Dia Tafsir Mimpi Makan Kecoa

TintaSantri.com – Ini Dia Tafsir Mimpi Makan Kecoa – Setiap manusia pasti pernah mengalami mimpi. Mimpi bisa menyenangkan, menakutkan, membuat frustrasi, menenangkan, membosankan, atau benar-benar aneh.Setiap malam, manusia diperkirakan bisa bermimpi dari satu hingga lima atau enam mimpi. Namun hal itu tergantung pada berapa lama Anda tidur dan berapa banyak siklus rapid-eye movement (REM).

Bagaimana bila kita bermimpi memakan kecoa? bagaimana tafsir mimpi makan kecoa? berikut jawabannya

PERTANYAAN :

Assalaamu’alaykum asatidz dan ustadzat. Mau tanya nih, mimpi makan kecoa itu artinya apa ya? Mohon disertakan rujukannya ya. [Achmad Nurul Mucharrom].

JAWABAN :

Wa ‘alaikum salam. Ada ta’wil dari kitab tafsirul ahlam Ibn Sirin :

يقول ابن سيرين، أنه إذا رأى الشخص في منامه أنه يقوم بأكل الصراصير دل ذلك على أنه سوف يقع في مصيبة كبيرة، أو أن هذا الشخص سوف يعاني من مرض كبير.

Bermimpi makan kecoa itu artinya Si pemimpi akan mendapat musibah atau sakit berat. Solusinya :

1. Lakukanlah meludah tiga kali ke arah kiri untuk mengusir setan,karena mimpi buruk berasal darinya.Rasulullah SAW bersabda,”Jika salah satu dari kalian melihat mimpi buruk ,maka hendaklah mengubah posisinya(membalik tubuhnya),lalu meludah tiga kali ke kiri dan memohon kebaikan dari Allah dan berlindung dari kejahatannya kepadaNya.”(Riwayat ibnu majah dan abu hurairah)

.2. Tidak menceritakan kepada orang lainKetika mendapati mimpi buruk/yang tidak menyenangkan,hendaklah tidak menceritakannya kepada siapa pun.Rasulullah SAW bersabda,”jika setan mempermainkan salah satu dari kalian dalam mimpinya,maka hendaklah tidak menceritakannya kepada orang-orang.”(Riwayat muslim dari jabir Ra).Ada seorang arab baduibermimpi seakan-akan melihat kepalanya putus menggelinding lalu mengikutinya,Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah kamu beritahukan kepada siapa pun tentang permainan setan kepadamu dalam mimpi tersebut.”(Riwayat muslim dari jabir Ra).Dalam hadits lainnya,Beliau bersabda,”…dan jika ia melihat mimpi yang ia tidak sukai,maka sesungguhnya ia berasal dari setan,maka hendaklah ia berlindung dari kejahatannya dan tidak menceritakan kepada siapa pun maka sesungguhnya ia tidak akan membahayakannya.”(Riwayat bukhari dari abu said Ra).

3. Membaca Ta’awudz, mengubah posisi tidurBacaan Ta’awudz dimaksudkan untuk mengusir setan.Rasulullah SAW bersabda,”jika salah satu dari kalian melihat mimpi yang tidak ia sukai,maka hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali,dan hendaklah ia berlindung kepada Allah dari setan tiga kali(membaca ta’awudz tiga kali),dan hendaklah ia mengubah posisi tidurnya.”(Riwayat muslim dari Jabir Ra).

4. Shalat dua raka’atRasulullah SAW bersabda,”…mimpi itu ada tiga macam,mimpi baik sebagai kabar gembira dari Allah,mimpi yang membuat sedih dari setan,dan mimpi yang berasal dari kata hati seseorang,maka barang siapa melihat mimpi yang tidak ia sukai,hendaklah ia mendirikan shalat,dan tidak menceritakannya kepada orang lain.” (Riwayat muslim dari abu hurairah Ra). 

5. Banyak shadaqah,

6. Ketika shalat fardhu bisa membaca qunut nazilah di rakaat terakhir.

7. Intinya banyak berdoaWallohu a’lam. [Rizalullah, Tgk Meulaboh]

.Tanya Jawab Kami Kutip Dari PISS KTB

puasa sunnah dzulhijjah

Jadwal Lengkap Puasa Sunnah Jelang Idul Adha 2022: Puasa Dzulhijjah, Arafah Sampai Tarwiyah

JADWAL LENGKAP Puasa Sunnah Jelang Idul Adha 2022: Puasa Dzulhijjah, Arafah sampai Tarwiyah

Tintasantri.com – Berikut jadwal puasa sunah jelang Idul Adha 1443 Hijiriah, mulai puasa Dzulhijjah, Arafah, sampai Tarwiyah.

Seperti dipahami Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1443 Hijriah jatuh pada 10 Juli 2022 mendatang.

Wakil Menteri Agama RI Zainut Tauhid Sa’adi, menyebut menurut hasil hisab, dilaporkan bahwa posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia telah di atas ufuk.

Meski demikian, dari pemantauan hilal, tidak ada hilal yang terlihat. 

“Dengan demikian secara mufakat, 1 Dzulhijjah 1443 H jatuh pada Jumat 1 Juli 2022 Masehi,” ungkapnya dikutip dari tayangan YouTube Kemenag RI.

Puasa Sunah Jelang Idul Adha 2022

Untuk menyambut munculnya hari raya kurban tersebut, umat muslim sanggup melakukan amalan-amalan kebajikan.

Termasuk amalan sunah berpuasa, baik puasa Dzulhijjah, Arafah, sampai Tarwiyah.

Keutamaan puasa di permulaan Dzulhijjah ini sesuai sabda Rasulullah SAW, yang tertuang dalam tertuang pada hadits Ibnu ‘Abbas.

Puasa Tarwiyah dan Arafah
Puasa Tarwiyah dan Arafah, Puasa sunnah jelang Idul Adha 2022

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melampaui amal sholeh yang dijalankan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”

Lantas kapan jadwalnya?

Karena Idul Adha jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022, dengan demikian: 

– 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat, 1 Juli 2022

– 2 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu, 2 Juli 2022

– 3 Dzulhijjah jatuh pada hari Minggu, 3 Juli 2022

– 4 Dzulhijjah jatuh pada hari Senin, 4 Juli 2022

– 5 Dzulhijjah jatuh pada hari Selasa, 5 Juli 2022

– 6 Dzulhijjah jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2022

– 7 Dzulhijjah jatuh pada hari Kamis, 7 Juli 2022

– 8 Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat, 8 Juli 2022

– 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu, 9 Juli 2022

Umat muslim sanggup menjalankan puasa sunah di permulaan Dzulhijjah, atau mulai 1 Dzulhijjah.

Artinya puasa sunnah tersebut sanggup dilaksanakan mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai 9 dzulhijjah.

Sementara 10 Dzulhijjah merupakan hari peringatan Idul Adha yang diharamkan untuk berpuasa.

Amalan puasa di permulaan bulan Dzulhijjah dilaksanakan Rasulullah SAW.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi Muhammad SAW mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari permulaan Dzulhijjah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya.”

Puasa Tarwiyah

Bacaan Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah: Bisa Diucapkan Secara Lisan atau Cukup Dibaca dalam Hati.jpg
Bacaan Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah: Bisa Diucapkan Secara Lisan atau Cukup Dibaca dalam Hati.jpg (https://www.freepik.com/)

Puasa Tarwiyah tergolong puasa di permulaan Dzulhijjah, di mana sanggup dikerjaan setiap tanggal 8 Dzulhijjah.

Atau sanggup dilaksanakan pada Jumat, 8 Juli 2022.

Puasa ini memiliki keutamaannya tersendiri yakni sanggup membersihkan dan meniadakan dosa yang tahun lalu.

Niat puasa Tarwiyah selaku berikut.

نويتُ صومَ تَرْوِيَة سُنّةً لله تعالى

(Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala)

Artinya, “Saya niat puasa sunah Tarwiyah alasannya merupakan Allah Ta’ala.”

Puasa Arafah

Puasa Arafah dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah, artinya menurut kalender masehi dilaksanakan pada Senin, 9 Juli 2022.

Puasa Arafah bernilai aturan sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

Puasa Arafah istimewa alasannya merupakan Allah membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul beribadah di Arafah, wilayah di hadapan para Malaikat.

Oleh alasannya merupakan itu, kaum muslimin yang tidak sedang berwukuf di Arafah pun disyariatkan beribadah selaku gantinya berpuasa satu hari di saat kaum muslimin yang berhaji berwukuf di Arafah.

Dikutip dari Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah oleh Ust.M. Syukron Maksum, berikut klarifikasi lebih lanjut perihal keunggulan menjalankan Puasa Arafah, di antaranya:

Dengan berpuasa Arafah maka Allah SWT akan menyediakan ampunan atas dosa-dosa di tahun kemudian dan yang mau datang.

Hal tersebut sebagaimana sesuai sabda Rasulullah SAW:

“Dapat menebus dosa tahun yang kemudian dan yang mau datang.” (HR. Muslim).

Dalam hadis lain juga diungkapkan Rasulullah bersabda:

“Puasa pada hari Arafah sanggup menghapuskan dosa selama dua tahun, yakni tahun yang berlalu dan tahun yang mau datang”. (Riwayat jamaah andal hadis kecuali Bukhori dan Turmudzi).

Niat Puasa Arafah

نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِّلِه تَعَالَى

Nawaitu shouma arafata sunnatan lillahi ta’ala

Artinya: “Saya niat puasa Arafah, sunnah alasannya merupakan Allah ta’ala.”

Hewan Qurban Dan Problematikanya Yang Harus Anda Perhatikan

TintaSantri.com – Hewan Qurban Dan Problematikanya – Pada bulan idul adlha disyariatkan sebuah ibadah yang dilaksanakan dengan menyembelih hewan. namun tidak semua hewan yang boleh untuk dijadikan qurban, karna hewan qurban yang sesuai dengan ketentuan qurban harus memenuhi kriteria tertentu. dalam artikel ini, akan dibahas tentang ketentuan hewan qurban serta kumpulan ibarot atau rujukan dari berbagai kitab kuning mengenai ketentuan qurban dan hal lain yang berkaitan dengan hewan qurban.

hewan qurban

Ketentuan Hewan Kurban

Jenis binatang yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban adalah unta, sapi, kerbau, kambing, atau biri-biri. Adapun ketentuan hewan-hewan tersebut adalah:
unta yang sudah berumur 5 tahun,
sapi/kerbau yang sudah berumur 2 tahun,
kambing yang sudah berumur 2 tahun, dan
domba/biri-biri yang sudah berumur 1 tahun atau telah berganti gigi.
Selain itu, syarat utama hewan kurban tersebut adalah bintang yang bebas dari aib (cacat). Karena itu, tidak boleh berkurban dengan binatang yang aib seperti di bawah ini:
– Yang penyakitnya terlihat dengan jelas
– Yang buta dan jelas terlihat kebutaannya
– Yang pincang sekali
– Yang sumsum tulangnya tidak ada, karena kurus sekali
– Yang cacat, yaitu yang telinga atau tanduknya sebagian besar hilang
Ketentuan lain untuk jenis binatang unta, sapi, dan kerbau boleh digunakan untuk kurban sejumlah tujuh orang. Sedangkan untuk kambing dan domba hanya untuk kurbannya satu orang. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya: Kami pernah menyembelih binatang kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaibiah dengan seekor unta kepada tujuh orang dan lembu juga kepada tujuh orang.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

HEWAN QURBAN BETINA, LEBIH UTAMA HEWAN QURBAN JANTAN ATAU BETINA ?

Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Qurban boleh dan sah dengan yang jantan atau betina. Mengenai mana yang afdhal ada perbedaan diantara ulama, namun yang benar menurut Imam Syafiiy dan para ulama syafiiyah bahwa hewan jantan lebih afdhal dari pada hewan betina. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, hal. 397 jilid. 8)
Perlu diketahui bahwa berqurban dengan hewan yang gemuk tentu lebih afdhal dan dianjurkan sekali dibanding berqurban dengan hewan yang kurus. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Dianjurkan berqurban dengan hewan yang gemuk. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, hal. 396 jilid. 8).
Dan di indonesia umumnya ketika berqurban ada yang ingin berqurban di daerah jauh seperti di papua dan desa terpencil lainnya. Alasannya karena harga kambing disana murah sekitar 1 juta 5 ratus ribu.
Dibandingkan harga kambing di jakarta yang harganya mencapai 3 jutaan. Tentu banyak yang ingin berqurban dengan harga yang murah di pedesaan. Sebab dia bisa dapat 2 ekor kambing dengan uang 3 juta.
Lalu mana yang afdhal dari kedua hal ini? Menurut madzhab syafiiy yang afdhal adalah semakin mahal harga hewan maka qurbannya semakin afdhal. Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Sungguh Imam Syafiiy rahimahullah telah berkata: hewan qurban yang mahal harganya lebih afdhal dari pada qurban dengan jumlah tertentu namun murah harganya. (An Nawawi, Al Majmu’ Syarh al- Muhadzdzab, hal. 396 jilid. 8).
Referensi :
– Al-Majmū’ Syarḥ Muhazzab, Beirut, Dār al-Fikr, tt., j. 8, h. 392 :
وإذا جاز ذلك في العقيقة بهذا الخبر دل على جوازه في الاضحية ولان لحم الذكر أطيب ولحم الانثى أرطب
Artinya: “Jika dalam hal aqiqah saja diperbolehkan dengan landasan hadits tersebut, maka hal ini menunjukkan kebolehan untuk menggunakan hewan berjenis kelamin jantan maupun betina dalam kurban. Karena daging jantan lebih enak dari daging betina, dan daging betina lebih lembab.”
– Mughnil Muhtaj :
ويجوز ذكر وأنثى أى التضحية بكل منهما بالإجماع وإن كثر نزوان الذكر وولادة الأنثى ،نعم التضحية بالذكر أفضل على الأصح المنصوص لأن لحمه أطيب كذا قال الرافعي ونقل في المجموع في باب الهدي عن الشافعي أن الأنثى أحسن من الذكر لأنها أرطب لحما ولم يحك غيره ويمكن حمل الأول على ما إذا لم يكثر نزوانه والثاني على ما إذا كثر. مغني المحتاج ٤/٢٨٤
– Nihayatul Muhtaj :
نهاية المحتاج (8/ 133)
ويجوز ذكر وأنثى وخنثى لكن الذكر ولو بلون مفضول فيما يظهر أفضل لأن لحمه أطيب إلا أن يكثر نزواته فالأنثى التي لم تلد أفضل منه حينئذ وعلى ذلك حمل قول الشافعي والأنثى أحب إلي وحمله بعضهم على جزاء الصيد إذا قومت لإخراج الطعام والأنثى أكثر قيمة وخصي للاتباع
المجموع شرح المهذب
يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بِالذَّكَرِ وَبِالْأُنْثَى بِالْإِجْمَاعِ وَفِي الْأَفْضَلِ مِنْهُمَا خِلَافٌ (الصَّحِيحُ) الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَبِهِ قَطَعَ كَثِيرُونَ أَنَّ الذَّكَرَ أَفْضَلُ مِنْ الْأُنْثَى وَلِلشَّافِعِيِّ نَصٌّ آخَرُ أَنَّ الْأُنْثَى أَفْضَلُ فَمِنْ الْأَصْحَابِ مَنْ قَالَ لَيْسَ مُرَادُهُ تَفْضِيلَ الْأُنْثَى فِي التَّضْحِيَةِ وَإِنَّمَا أَرَادَ تَفْضِيلَهَا فِي جَزَاءِ الصَّيْدِ إذَا أَرَادَ تَقْوِيمَهَا لِإِخْرَاجِ الطَّعَامِ قَالَ الْأُنْثَى أَكْثَرُ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ الْمُرَادُ الْأُنْثَى الَّتِي لَمْ تَلِدْ أَفْضَلُ مِنْ الذَّكَرِ الذي كثر نزوانه فَإِنْ كَانَ هُنَاكَ ذَكَرٌ لَمْ يَنْزُ وَأُنْثَى لَمْ تَلِدْ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْهَا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بِالذَّكَرِ وَبِالْأُنْثَى

SAH KAH BER QURBAN DENGAN HEWAN YANG TERKENA PENYAKIT PMK ?

Akhir-akhir ini marak diberitakan bahwa adanya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan semisal sapi, wabah itu merebak di sejumlah wilayah di Indonesia, misalnya di sejumlah kabupaten di Aceh dan Jawa Timur. Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pertanian menyebut daging sapi yang terinfeksi PMK masih bisa dikonsumsi. Hanya saja, ada bagian-bagian tertentu yang harus dihindari untuk dikonsumsi. Adapun bagian-bagian yang tidak boleh dikonsumsi adalah bagian kaki, organ dalam atau jeroan, dan bagian mulut seperti bibir dan lidah. Sebagaimana yang dilansir dari kompas.com
Bagaimana hukumnya berkurban dengan hewan tersebut ?
Berkurban dengan hewan yang terinfeksi virus PMK, hukumnya ditafsil (diperinci) :
Jika kurban sunnah maka tidak sah ketika didapati adanya salah satu kondisi / tanda-tanda klinis sebagai berikut:
1. Penyakit tersebut mengakibatkan kondisinya semakin kurus sebab berkurangnya nafsu makan.
2. Luka yang ada di mulut, lidah, hidung dan kaki menjadikannya tidak boleh dikonsumsi termasuk juga jeroan, menurut ahlul khibroh.
3. Luka yang ada di kaki mengakibatkan pincang dengan sekira akan ketinggalan ketika berjalan dengan hewan sejenisnya.
Apabila hanya terinfeksi virus PMK ringan yang tidak sampai menunjukkan gejala klinis sehingga tidak mengurangi daging dan qimah (harga) hewan tersebut saat mau disembelih, maka hukumnya boleh.
Jika hewan tersebut dijadikan kurban wajib maka dalam hal ini terdapat khilaf, sebagian ulama’ menyatakan tetap sah.
Referensi :

{بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، الجزء ١ الصحفة ٦٩٦}
(و) شرطها أيضاً: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحماً حالاً، كقطع فلقة كبيرة مطلقاً، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي٠ أو مآلاً كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة
Artinya: Di antara syarat kurban juga adalah sekiranya tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging seketika itu juga, seperti terpotongnya bagian tubuh yang cukup besar secara mutlak, atau terpotongnya bagian tubuh kecil seperti (terpotongnya) telinga, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Serta (tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging) di kemudian hari, maka hewan ternak tidak boleh terkena kudis meskipun sedikit atau pun ada harapan sembuh, karena kudis bisa merusak daging, lemak, dan juga mengurangi harga.
{كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار، صح ٥٣٠}
وَمِنْهَا الجرباء فَإِن كثر جربها ضرّ وَكَذَا إِن قل على الْأَصَح وَنَصّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي رَضِي الله عَنهُ بِأَنَّهُ دَاء يفْسد اللَّحْم والودك وَاخْتَارَ الإِمَام وَالْغَزالِيّ أَنه لَا يمْنَع الْإِجْزَاء إِلَّا الْكثير كالمرض وَكَذَا قَيده الرَّافِعِيّ فِي الْمُحَرر بالكثير
{روضة الطالبين و عمدة المفتين، جز ٣ صح ١٩٤}
الثَّانِيَةُ: الْجَرَبُ، يَمْنَعُ الْإِجْزَاءَ، كَثِيرُهُ وَقَلِيلُهُ، كَذَا قَالَهُ الْجُمْهُورُ، وَنَصَّ عَلَيْهِ فِي الْجَدِيدِ؛ لِأَنَّهُ يُفْسِدُ اللَّحْمَ وَالْوَدْكَ. وَفِي وَجْهٍ: لَا يَمْنَعُ إِلَّا كَثِيرُهُ، كَالْمَرَضِ، وَاخْتَارَهُ الْإِمَامُ وَالْغَزَالِيُّ٠
والله أعلم بالصواب
[مغني المحتاج، ١٢٧/٦-١٢٨]
(وَشَرْطُهَا) أَيْ الْأُضْحِيَّةُ الْمُجْزِئَةِ (سَلَامَةٌ مِنْ) كُلِّ (عَيْبٍ) بِهَا (يَنْقُصُ) بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَضَمِّ ثَالِثِهِ بِخَطِّهِ (لَحْمًا) أَوْ غَيْرَهُ مِمَّا يُؤْكَلُ. فَإِنَّ مَقْطُوعَ الْأُذُنِ أَوْ الْأَلْيَةِ لَا يُجْزِئُ كَمَا سَيَأْتِي مَعَ أَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِلَحْمٍ، فَلَوْ قَالَ مَا يَنْقُصُ مَأْكُولًا لَكَانَ أَوْلَى، وَلَا فَرْقَ فِي النَّقْصِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ فِي الْحَالِ كَقَطْعِ بَعْضِ أُذُنٍ، أَوْ فِي الْمَآلِ كَعَرَجٍ بَيِّنٍ كَمَا سَيَأْتِي؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ الْأُضْحِيَّةِ اللَّحْمُ أَوْ نَحْوُهُ، فَاعْتُبِرَ مَا يَنْقُصُهُ كَمَا اُعْتُبِرَ فِي عَيْبِ الْمَبِيعِ مَا يُنْقِصُ الْمَالِيَّةَ؛ لِأَنَّهُ الْمَقْصُودُ فِيهِ، وَهَذَا الشَّرْطُ مُعْتَبَرٌ فِي وُقُوعِهَا عَلَى وَجْهِ الْأُضْحِيَّةِ الْمَشْرُوعَةِ، فَلَوْ نَذَرَ التَّضْحِيَةَ بِمَعِيبَةٍ أَوْ صَغِيرَةٍ، أَوْ قَالَ جَعَلْتُهَا أُضْحِيَّةً وَجَبَ ذَبْحُهَا فِدْيَةً، وَيُفَرَّقُ لَحْمُهَا صَدَقَةً وَلَا تُجْزِئُ عَنْ الْأُضْحِيَّةِ، وَتَخْتَصُّ بِوَقْتِ النَّحْرِ وَتَجْرِي مَجْرَى الْأُضْحِيَّةِ فِي الصَّرْفِ.
[حاشيتا قليوبي وعميرة، ٢٥٢/٤]
(وَشَرْطُهَا) أَيْ الْأُضْحِيَّةِ لِتُجْزِئَ (سَلَامَةٌ مِنْ عَيْبٍ يُنْقِصُ لَحْمًا، فَلَا تُجْزِئُ عَجْفَاءُ) أَيْ ذَاهِبَةُ الْمُخِّ مِنْ شِدَّةِ هُزَالِهَا وَالْمُخُّ دُهْنُ الْعِظَامِ (وَمَجْنُونَةٌ) وَهِيَ الَّتِي تَسْتَدِيرُ فِي الْمَرْعَى وَلَا تَرْعَى إلَّا قَلِيلًا فَتَهْزِلُ (وَمَقْطُوعَةُ بَعْضِ أُذُنٍ) وَإِنْ كَانَ يَسِيرًا، وَهُوَ كَمَا.قَالَ الْإِمَامُ: مَا لَا يَلُوحُ النَّقْصُ بِهِ مِنْ بُعْدٍ وَفِيهِ وَجْهٌ أَنَّهُ لَا يَضُرُّ (وَذَاتُ عَرَجٍ وَعَوَرٍ وَمَرَضٍ وَجَرَبٍ بَيِّنٍ) فِي الْأَرْبَعَةِ فِي الْأَرْبَعَةِ (وَلَا يَضُرُّ يَسِيرُهَا) ، لِأَنَّهُ لَا يُؤَثِّرُ فِي اللَّحْمِ (وَلَا فَقْدُ قُرُونٍ.
قَوْلُهُ: (وَذَاتُ عَرَجٍ) وَالْبَيِّنُ فِيهِ مَا تَتَخَلَّفُ بِهِ عَنْ الْمَاشِيَةِ وَقْتَ السَّعْيِ لِنَحْوِ الْمَرْعَى وَكَذَا يُمْنَعُ الْعَرَجُ وَلَوْ حَالَ الذَّبْحِ فَفَقْدُ الْعُضْوِ بِالْأَوْلَى.
[حاشية الترموسي، ٦/ ٣٦٢]
قوله : (او من لسانها) اي : والا يبين شيء من لسانها، لأنه اولى من الاذن.
[بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم، ٦٩٦]
(و) شرطها أيضاً: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحماً حالاً، كقطع فلقة كبيرة مطلقاً، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي. أو مآلاً كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة.
وحذف في “التحفة” نقص القيمة؛ إذ العيب هنا ما ينقص اللحم لا القيمة، وألحق به الشلل والقروح والبثور.
[مغني المحتاج، ١٢٩/٦]
قُلْتُ: الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ يَضُرُّ يَسِيرُ الْجَرَبِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
(يَضُرُّ يَسِيرُ الْجَرَبِ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) ؛ لِأَنَّهُ يُفْسِدُ اللَّحْمَ وَالْوَدَكَ، وَالثَّانِي لَا يَضُرُّ كَالْمَرَضِ، *وَفِي مَعْنَى الْجَرَبِ الْبُثُورُ وَالْقُرُوحُ.
[المجموع شرح المهذب، ٤٠٠/٨]
لَا تُجْزِئُ التَّضْحِيَةُ بِمَا فِيهِ عيب ينقص اللحم المريضة فَإِنْ كَانَ مَرَضُهَا يَسِيرًا لَمْ يَمْنَعْ الْإِجْزَاءَ وَإِنْ كَانَ بَيِّنًا يَظْهَرُ بِسَبَبِهِ الْهُزَالُ وَفَسَادُ اللَّحْمِ لَمْ يُجْزِهِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ وَحَكَى ابْنُ كَجٍّ قَوْلًا شَاذًّا أن المرض لايمنع بِحَالٍ وَأَنَّ الْمَرَضَ الْمَذْكُورَ فِي الْحَدِيثِ الْمُرَادُ بِهِ الْجَرَبُ وَحُكِيَ وَجْهٌ أَنَّ الْمَرَضَ يَمْنَعُ الْإِجْزَاءَ وَإِنْ كَانَ يَسِيرًا وَحَكَاهُ فِي الْحَاوِي قَوْلًا قَدِيمًا
[سنن ابن ماجه، ١٠٥١/٢]
3146 – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ أَبُو بَكْرٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَرَظَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: ابْتَعْنَا كَبْشًا نُضَحِّي بِهِ، فَأَصَابَ الذِّئْبُ مِنْ أَلْيَتِهِ، أَوْ أُذُنِهِ، فَسَأَلْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَأَمَرَنَا، أَنْ نُضَحِّيَ بِهِ»
[الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٢٧٣١/٤]
وإذا أوجب المرء أضحية صحيحة سليمة من العيوب، ثم حدث بها عيب يمنع الإجزاء، ذبحها، وأجزأته عند غير الحنفية (1)، لما رواه ابن ماجه عن أبي سعيد قال: «ابتعنا كبشا نضحي به، فأصاب الذئب من أليته، فسألنا النبي صلّى الله عليه وسلم فأمرنا أن نضحي به» فالعيب المانع إذن هو القديم لا الطارئ، وعند الحنفية إن كان المضحي غنياً غيَّرها.
(1) المغني ٨ /٦٢٦ فقع حنبلي
[حاشية البجيرمي على الخطيب٫ ٤/ ٣٣٥]
قَوْلُهُ: (وَأَرْبَعٌ لَا تُجْزِئُ) مَحَلُّ عَدَمِ إجْزَائِهَا مَا لَمْ يَلْتَزِمْهَا مُتَّصِفَةً بِالْعُيُوبِ الْمَذْكُورَةِ فَإِنْ الْتَزَمَهَا كَذَلِكَ كَقَوْلِهِ لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَذِهِ وَكَانَتْ عَرْجَاءَ مَثَلًا أَوْ جَعَلْت هَذِهِ أُضْحِيَّةً وَكَانَتْ مَرِيضَةً مَثَلًا أَوْ لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِعَرْجَاءَ أَوْ بِحَامِلٍ فَتُجْزِئُ التَّضْحِيَةُ فِي ذَلِكَ كُلِّهِ. وَلَوْ كَانَتْ مَعِيبَةً وَالْعِبْرَةُ بِالسَّلَامَةِ. وَعَدَمِهَا عِنْدَ الذَّبْحِ مَا لَمْ يَتَقَدَّمْهُ إيجَابٌ فَإِنْ تَقَدَّمَ فَإِنْ أَوْجَبَهَا عَلَى نَفْسِهِ مَعِيبَةً فَذَاكَ وَإِلَّا فَلَا بُدَّ مِنْ السَّلَامَةِ فَإِذَا قَالَ لِلَّهِ عَلَيَّ أُضْحِيَّةٌ ثَبَتَتْ فِي ذِمَّتِهِ سَلِيمَةً ثُمَّ إنْ عَيَّنَ سَلِيمًا عَنْ الَّذِي فِي الذِّمَّةِ، وَاسْتَمَرَّ إلَى الذَّبْحِ فَذَاكَ وَإِنْ عَيَّنَ سَلِيمًا ثُمَّ تَعَيَّبَ قَبْلَ الذَّبْحِ أَبْدَلَهُ بِسَلِيمٍ.
[إعانة الطالبين، ٣٧٨/٢]
ولو نذر التضحية بمعيبة أو صغيرة، أو قال: جعلتها أضحية، فإنه يلزم ذبحها، ولا تجزئ أضحية، وإن اختص ذبحها بوقت الاضحية، وجرت مجراها في الصرف. ويحرم الاكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره. ويجب التصدق – ولو على فقير واحد – بشئ نيئا
(قوله: فإنه يلزم ذبحها) جواب لو الداخلة على نذر، ولو المقدرة قبل قوله قال جعلتها، وإنما لزم ذبحها مع أنها معيبة لأنها هي الملتزمة في ذمته من قبل هذا الالتزام.
وما ذكر من عدم الإجزاء هو ما صرح به في التحفة والنهاية.
وكلام البجيرمي على الإقناع مصرح بالإجزاء، ونصه: ومحل عدم إجزائها ما لم يلتزمها متصفة بالعيوب المذكورة، فإن التزمها كذلك، كقوله لله علي أن أضحي بهذه وكانت عرجاء مثلا أو جعلت هذه أضحية وكانت مريضة مثلا أو لله علي أن أضحي بعرجاء أو بحامل فتجزئ التضحية في ذلك كله، ولو كانت معيبة.
Sebagai tambahan informasi, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM), menyatakan bahwa hewan ternak yang bergejala klinis PMK tidak memenuhi syarat menjadi hewan kurban, hal ini disebabkan karena hewan ternak yang bergejala klinis PMK dianggap memiliki titik persamaan dengan kriteria aib atau cacat sekaligus kriteria ketidaksahan hewan dalam hadits Rasulullah SAW. Hal ini juga berlaku bagi hewan ternak bergejala klinis ringan PMK.
Dokter ahli yang dihadirkan pada forum Bahtsul Masail LBM PBNU juga menyatakan bahwa salah satu gejala klinis yang ditemukan pada hewan ternak terjangkit PMK ringan adalah penurunan berat badan kisaran 1-2 kilogram per hari. Bayangkan per hari berkurang 1-2 kg.
Hadits Rasulullah SAW yang dijadikan acuan PBNU dalam kesepakatan ini menjelaskan sejumlah kecacatan yang menjadi penentu keabsahan hewan menjadi hewan kurban. Rasulullah SAW bersabda,
“Ada 4 hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban,
yang sebelah matanya jelas-jelas buta,
yang jelas-jelas dalam keadan sakit,
yang kakinya jelas-jelas pincang, dan
yang badannya sangat kurus dan tak berlemak,” (HR Ibnu Majah).
Syarat sah hewan kurban lainnya yang dijadikan landasan bagi PBNU adalah potensi berkurangnya daging pada hewan ternak, sebagaimana disebut Ahli Fiqih Sa’id Bin Muhammad Ba’ali al-Hadhrami.
Tepatnya bagi hewan ternak yang dagingnya berkurang saat itu juga atau pun memiliki potensi kuat berkurang di kemudian hari.
Untuk itu, LBM PBNU merekomendasikan pemerintah untuk terlibat secara langsung untuk mengecek kesehatan hewan kurban. Selain itu, disinfeksi dan vaksinasi terhadap hewan ternak perlu dilakukan kepada hewan yang belum terjangkit PMK. Tidak hanya bagi hewan yang belum terdampak PMK, PBNU juga memberi saran untuk pemerintah yang menyoroti peternak dengan hewan terdampak PMK. “Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial kepada para peternak kecil yang terdampak PMK,” tulis PBNU.
PMK dikategorikan sebagai penyakit menular yang bersifat akut dan mengakibatkan kematian pada hewan ternak.

HEWAN QURBAN CACAT SAAT PROSES PENYEMBELIHAN, SAHKAH ?

Ketika hewan qurban dibawa ke tempat lokasi penyembelihan, hewan tersebut mengamuk hingga patah tulang kakinya yang menyebabkan jalannya pincang. Pertanyaannya :
1. Masih bolehkah berqurban dengan hewan tersebut ?
2. Bagaimanakah jika hewan tersebut sudah dijadikan qurban nadzar ?
JAWABAN :
1. Jika Qurban sunah dengan hewan cacat (walaupun cacatnya waktu penyembelihan) maka hukumnya TIDAK SAH dan tidak mencukupi menurut pendapat Ashoh, namun menurut Imam As Subkiy : SAH dan mencukupi berkurban dengan hewan yang cacatnya waktu penyembelihan.
2. Dan jika cacatnya pada Qurban Wajib / Nadzar waktu menyembelih, alias waktu nadzar dalam keadaan selamat dari cacat maka SAH dan mencukupi buat qurbannya.
Ya. Berbicara masalah qurban salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kesehatan dan keutuhan seluruh anggota tubuh binatang tersebut, dalam artian binatang yang akan dijadikan sebagai binatang qurban adalah binatang yang sempurna fisiknya, tidak boleh binatang yang cacat seperti buta, pincang dan cacat tubuh lainnya. Namun kadangkala dalam proses merobohkan hewan tersebut untuk disembelih tak jarang menimbul cacat pada hewan kurban bakan kadang menimbulkan patah kakinya. Bagaimana hukumnya bila patah kaki pada hewan qurban terjadi pada saat dirobohkan untuk disembelih ? Misal Hewan Qurban Terkilir Saat Proses Penyembelihan.
Binatang yang patah kakinya atau pincang pada saat yang dirobohkan untuk disembelih maka binatang tersebut tidak memadai lagi sebagai binatang qurban (udhhiyah) menurut pendapat yang kuat. Hal ini diqiyaskan pada hewan yang cacat kakinya karena kecelakaan lalu si pemilik menjadikannya sebagai qurban sebagaimana Imam Nawawi terangkan dalam kitab Majmu’ Syarh Muhazzab.
Namun, apabila hewan tersebut merupakan hewan yang telah ditentukan sebagai kurban nazar (wajib) maka tetap disembelih sebagai nazar dan berlaku baginya hukum qurban karena kewajiban menyembelih hewan tersebut adalah wajib ‘ain (kewajibannya telah tertentu pada binatang tersebut) namun masih belum memadai sebagai udhiyyah yang diperintahkan syara’.
Pincang yang menjadi aib adalah yang berefek hewan itu akan tertinggal dari rombongannya ketika berjalan dalam rombongan.
Referensi:
– ibaroh fathul qorib :
والثانى العرجاء البين عرجها ولو كان حصول العرج لها عند اضجاعها للتضحية بها بسبب اضطرابها
Yang kedua yaitu yang jelas pincangnya walaupun pincangnya karena memberontak ketika hendak dirubuhkan untuk disembelih.
– Kitab bajuri syarah fathul qorib jilid dua halaman 298 disebutkan sbb :
لا يجزئ أضحية الا السليم من العيوب المذكورة ، ومحل عدم اجزاء المعيبة مالم يلتزم معيبة، فان التزمها كذالك كأن قال لله على ان أضحى بهذه او جعلت هذه أضحية وكانت عوراء او عرجاء او مريضة او حاملا اجزأت ووجب ذبحها وصرفها مصرف الأضحية
– Ibaroh Najmul wahhaj :
فلو كانت سليمة فاضطربت عند إضجاعها للذبح فانكسرت رجلها… لم تجزئ على الاصح ، واختار الشيخ إجزاءها
شرح البهجة ٥ ص ١٦٣
وزاد قوله (في الحال) تصريحا بأن العبرة بالعيب الموجود عند الذبح حتى لو كانت سليمة فاضطربت عند إضجاعها للذبح فانكسرت رجلها لم تجز على الأصح، واختار السبكي إجزاءها
حاشية عميرة ٤ ص ٢٥٢
أما لو نذر معيبة فضحى بها أو قال: جعلتها أضحية فإنها تتعين ويجب ذبحها وقت الأضحية وتفرقة جميع لحمها ولا تجزئ عن الأضحية المطلوبة شرعا، بخلاف السليمة المنذورة.
نعم لو نذر سليمة ثم عرض العيب فالظاهر الإجزاء عن الأضحية
– Majmu’ Syarh Muhazzab jilid 8 hal 400 Dar Fikr :
الثالثة) العرجاء ان اشتد عرجها بحيث تسبقها الماشية إلى الكلا الطيب وتتخلف عن القطيع لم تجزئ وان كان يسيرا لا يخلفها عن الماشية لم يضر فلو انكسر بعض قوائمها فكانت تزحف بثلاث لم تجزئ
ولو أضجعها ليضحي بها وهى سليمة فاضطربت وانكسرت رجلها أو عرجت تحت السكين لم تجزه على أصح الوجهين لانها عرجاء عند الذبح فاشبه ما لو انكسرت رجل شاة فبادر إلى التضحية بها فانها لا تجزئ
– Hasyiah Bujairimi `ala Khatib jilid 4 hal 334 Dar Fikr :
و ) الثانية ( العرجاء ) بالمد ( البين عرجها ) بأن يشتد عرجها بحيث تسبقها الماشية إلى المرعى وتتخلف عن القطيع فلو كان عرجها يسيرا بحيث لا تتخلف به عن الماشية لم يضر كما في الروضة

– Tuhfatul Muhtaj jilid9 hal 352 Dar Fikr :

وشرطها ) أي الأضحية لتجزئ حيث لم يلتزمها ناقصة ( سلامة ) وقت الذبح حيث لم يتقدمه إيجاب وإلا فوقت خروجها عن ملكه ( من عيب ينقص ) بالتخفيف كيشكر في الأفصح كما مر ( لحما ) حالا كقطع فلقة كبيرة من نحو فخذ أو مآلا كعرج بين لأنه ينقص رعيها فتنهزل والقصد هنا اللحم فاعتبر ضبطها بما لا ينقصه كما اعتبرت في عيب المبيع بما لا ينقص المالية لأنها المقصودة ثم ويلحق باللحم ما في معناه من كل مأكول فلا يجزئ مقطوع بعض ألية أو أذن كما يأتي ولا يردان عليه ؛ لأن اللحم قد يطلق في بعض الأبواب على كل مأكول كما في قولهم يحرم بيع اللحم بالحيوان أما لو التزمها ناقصة كأن نذر الأضحية بمعيبة أو صغيرة أو قال جعلتها أضحية فإنه يلزمه ذبحها ولا تجزئ ضحية وإن اختص ذبحها بوقت الأضحية وجرت مجراها في الصرف وأفهم قولنا وإلا إلخ أنه لو نذر التضحية بهذا وهو سليم ثم حدث به عيب ضحى به وثبتت له أحكام التضحية

– Hasyiah I`antuth Thalibin jilid 2 hal 378 Dar Fikr :
وضابط العرج اليسير أن تكون العرجاء لا تتخلف عن الماشية بسبب عرجها

BOLEHKAH PATUNGAN SAPI TAPI BEDA NIAT UNTUK QURBAN ATAU AQIQAH ?

Satu sapi untuk patungan 7 orang boleh dengan niat yang berbeda-beda, asalkan tidak lebih dari 7 orang. Misalnya: 5 orang untuk Qurban dan 2 orang untuk Aqiqoh.

Referensi :
(الباجوري . ج. 2 ص. 297)
وتجزئ بدنة عن سبعة اشتركوا فى التضحية بها (وقوله اشتركوا فى التضحية بها) اي بالبدنة ومثلها الهدي والعقيقة وغيرهما . فالتقييد بالتضحية لخصوص المقام سواء اتفقوا فى نوع القربة ام اختلفوا فيه كما اذا قصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدية وبعضهم العقيقة وكذلك مالو اراد بعضهم التضحية وبعضهم الاكل وبعضهم البيع ولو كان احدهم ذميا لم يقدح فيما قصده غيره من اضحية ونحوها ولهم قسمة اللحم لانها قسمة افراز على الاصح كما فى المجموع وللجزار بيع خصته بعد ذلك (قوله وتجزئ البقرة عن سبعة كذلك) اي اشتركوا فى التضحية فيها مع ان ذلك ليس بقيد كما علم مما مر. (قوله وتجزئ الشاة عن شخص واحد) اي لا عن اكثر منه فلو اشترك مع غيره فيها لم تكف , نعم. لو ضحى عنه وعن اهله فلا يضر وعلى ذلك حمل خبر سلم ضحى الخ.
(الاقناع. ج.2 ص. 278)
(وتجزئ البدنة) عند الاشتراك فيهما (عن سبعة) لما رواه مسلم عن جابر رضي الله عنه قال “خرجنا مع رسول الله صلى اله عليه وسلم مهلين فى الحج فامرنا ان نشترك فى الابل والبقر كل سبعة منا فى بدنة وسواء اتفقوا فى نوع القربة ام اختلفوا كما اذا قصد بعضهم التضحية وبعضهم الهدي وكذ لو اراد بعضهم اللحم وبعضهم الاضحية ولهم قسمة اللحم لان قسمته قسمة افراز على الاصح كما فى المجموع (و) كذا (البقرة) تجزئ (عن سبعة) (وقوله والبقرة) اي المعينة ليخرج ما لو اشترك سبعة فى بدنتين او بقرتين فلا يكفي لأن كل واحد لم يصبه سبعة من كل بدنة. فإن ذبح البدنة او البقرة عن الشاة كان السبع واجبا وما زاد تطوع, وكذا لو اشترك سبعة مع غيرهم من من لم يرد الاضحية فيجب عن كل ان يتصدق من سبعة ولا يكفى تصدق واحد عن الجميع.
(قليوبي. ج. 4 ص. 255)
وتجوز مشاركة جماعة سبعة فى بدنة او بقرة سواء كان كلهم عن عقيقة او بعضهم عن اضحية او لا ولا كما مر وفضل الذكر كالنية (قوله بشاة) فلو جمعها مع الاضحية بشاة كفى. قال شيخنا الرملي وهو جار على ماقاله من تداخل الولائم كما مر فى ابن حجر وغيره خلافه وهو الوجه.
(فتاوى الكبرى. ج.4 ص. 256)
(سئل) رحمه الله تعالى عن ذبح شاة ايام الاضحية بنيتها ونية العقيقة فلا يحصلان اولا – الى ان قال- والكلام حيث اقتصر على نجو شاة او سبع بدنة او بقرة. اما لو ذبح بدنة ا بقرة عن سبعة اسباب منها ضحية وعقيقة والباقي كفارات فى نحو الحلق فى النسك فيجزئ ذلك وليس هو من باب التداخل فى شيئ لأن كل سبع يقع مجزيا عما نوى به ا هـ.
[المزني، مختصر المزني، صفحة ٣٩٢]
وَإِذَا نَحَرَ سَبْعَةٌ بَدَنَةً أَوْ بَقَرَةً فِي الضَّحَايَا أَوْ الْهَدْيِ كَانُوا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ وَاحِدٍ أَوْ شَتَّى فَسَوَاءٌ وَذَلِكَ يُجْزِي وَإِنْ كَانَ بَعْضُهُمْ مُضَحِّيًا وَبَعْضُهُمْ مُهْدِيًا أَوْ مُفْتَدِيًا أَجْزَأَ؛ لِأَنَّ سُبُعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَقُومُ مَقَامَ شَاةٍ مُنْفَرِدَةٍ، وَكَذَلِكَ لَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ يُرِيدُ بِنَصِيبِهِ لَحْمًا لَا أُضْحِيَّةً وَلَا هَدْيًا وَقَالَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ «نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ» .
[الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ١٢٦/٦]
(وَالْبَعِيرُ وَالْبَقَرَةُ) يُجْزِئُ كُلٌّ مِنْهُمَا (عَنْ سَبْعَةٍ) لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -. قَالَ «خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ فَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ، كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ» ” وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ «نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِالْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ» وَظَاهِرُهُ أَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ وَاحِدٍ، وَسَوَاءٌ اتَّفَقُوا فِي نَوْعِ الْقُرْبَةِ أَمْ اخْتَلَفُوا، كَمَا إذَا قَصَدَ بَعْضُهُمْ التَّضْحِيَةَ، وَبَعْضُهُمْ الْهَدْيَ، وَكَذَا لَوْ أَرَادَ بَعْضُهُمْ اللَّحْمَ وَبَعْضُهُمْ الْأُضْحِيَّةَ وَلَهُمْ قِسْمَةُ اللَّحْمِ؛ لِأَنَّ قِسْمَتَهُ قِسْمَةُ إفْرَازٍ عَلَى الْأَصَحِّ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ.
تَنْبِيهٌ: لَا يَخْتَصُّ إجْزَاءُ الْبَعِيرِ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ بِالتَّضْحِيَةِ، بَلْ لَوْ لَزِمَتْ شَخْصًا سَبْعُ شِيَاهٍ بِأَسْبَابٍ مُخْتَلِفَةٍ كَالتَّمَتُّعِ وَالْقِرَانِ وَالْفَوَاتِ وَمُبَاشَرَةِ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ جَازَ عَنْ ذَلِكَ بَعِيرٌ أَوْ بَقَرَةٌ،

BAYAR DAFTAR HAJI DULU ATAU BERANGKAT UMROH DULU ?

Setelah dua tahun absen karena pandemi Covid-19, pelaksanaan haji kembali dilaksanakan.Jemaah haji Indonesia akhirnya diberangkatkan kembali ke Tanah SuciPemerintah Indonesia mendapat kuota haji 1 juta jamaah haji.Jumlah ini tertu bekurang yang mana pada tahun 2019 jemaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci sebanyak 2,5 juta orang.

Belakangan ini masa tunggu haji pun menjadi topik terhangat.Selain kuota yang dikurangi, masa tunggu haji nampaknya juga berimbas lantaran pandemi Covid-19.Daftar tunggu ibadah haji yang tersaji dalam aplikasi Haji Pintar atau website Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menunjukkan data estimasi keberangkatan yang semakin lama.Beberapa provinsi bahkan ada yang masa tunggunya mencapai lebih dari 90 tahun.

PERTANYAAN :

Assalamu’alaikum. Mohon bertanya, terus terang ini bukan kejadian nyata, tapi cuma andaikan, katanya, waiting list calon jamaah haji indonesia saat ini sudah sampai 18 – 20 tahun ? pertanyaan, kalau ada orang yang usianya sudah sekitar 50 / 60 tahun lebih, baru punya kelebihan uang sekitar 30 juta, yang jika dibuat daftar haji sudah cukup tapi berangkatnya nunggu 20 tahun (mengingat usianya sudah tua ada kehawatiran sebelum 20 tahun sudah mati atau fisiknya sudah lemah) Jika uang 30 juta tersebut dibuat daftar umroh bisa langsung berangkat sekarang, tapi tidak bisa daftar haji. Apa yang wajib / harus / lebih baik dilakukan orang tersebut ? daftar haji atau umroh ? [Luin Alwaystogetherforever].

JAWABAN :

Wa’alaikumussalam. Ibda’u bima bada’allahu bih (mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah) alias haji dulu. Ini sesuai pendapat yang mengatakan bahwa ibadah umroh hukumnya sunnah maka yang afdlol adalah mendahulukan daftar haji.

Boleh, bahkan bagus umroh dulu untuk masa sekarang, asal kira-kira orangnya tetap bisa haji di tahun-tahun berikutnya. Kalau cukup untuk sekali perjalanan, maka tentu haji saja karena umrah pasti ikut juga. Jika memilih berangkat Umroh terlebih dahulu sehingga sisa dana tidak cukup untuk berangkat Haji maka bisa dikatagorikan ‘Adamul-Istitho’ah. Ini sesuai pendapat yang mengatakan bahwa ibadah umroh hukumnya wajib maka yang afdlol adalah mendahulukan ibadah umroh, sebab ibadah yang saat ini mampu dan bisa dikerjakan (istitho’ah) adalah ibadah umroh. Sedangkan ibadah haji saat ini belum mampu untuk dikerjakan (belum istitho’ah) karena harus ngantri dulu.

Jadi dalam masalah ini ada dua pendapat :

  1. Diperbolehkan melakukan umroh dengan catatan isthitha’ahnya terjadi di selain bulan-bulan pelaksanaan haji (Syawal, Dzul Qo’dah, dan Dzul Hijjah).
  2. Tidak diperbolehkan, dalam artian harus mendaftarkan uang tersebut untuk haji dengan alasan sebagaimana berikut ;
  • Haji lebih utama daripada umroh
  • Kewajiban haji disepakati ulama, berbeda dengan umroh
  • Aspek ihyaul ka’bah (meramaikan ka’bah) ibadah haji lebih kuat dari pada umroh

Berikut beberapa hasil bahtsul masaail sebagai pembanding :

  1. Wajibkah Mengusahakan Haji Plus ?

Dalam konteks Indonesia, keadaan bagaimana yang menuntut haji wajib diqodho’i dan wajibkah mengusahakan haji plus bagi mereka yang menanggung kewajiban qodho’ haji (fauran) ?

Jawaban : Haji wajib di qodlo’i ketika dalam keadaan:

a. ketika orang yang punya kewajiban haji itu mati sebelum dia melaksanakan haji dan dia sudah ada kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji.

b. ketika orang yang sedang melaksanakan haji merusak hajinya atau belum menyempurnakan hajinya.

NB. : Sedangkan pelaksanaan qodlo’ secara fauron (harus segera dilakukan) itu sesuai dengan kadar kemampuan mengqodlo’i.

REFERENSI

Al Majmu’ Syarh al-Muhadzab juz 7 hal. 109.

Hasyiyah Ibni Hajar ‘ala al-Idloh hal. 107-108

Anwar al-Masalik hal. 138.

Al-Bajuri Juz 1 Hal. 329.

Al-Muhadzab Juz 1 Hal.361.

Al Majmu’ Syarh al-Muhadzab juz 7 hal. 389.

المجموع الجزء السابع ص : 109 المكتبة السلفية

قال المصنف رحمه الله تعالى ( ومن وجب عليه الحج فلم يحج حتى مات نظرت فإن مات قبل أن يتمكن من الأداء سقط فرضه، ولم يجب القضاء، وقال أبو يحيى البلخى يجب القضاء، وأخرج إليه أبو إسحاق نص الشافعى رحمه الله فرجع عنه، والدليل على أنه يسقط أنه هلك ما تعلق به الفرض قبل التمكن من الأداء فسقط الفرض، كما لو هلك النصاب قبل أن يتمكن من إخراج الزكاة، وإن مات بعد التمكن من الأداء لم يسقط الفرض ويجب قضاؤه من تركته، لما روى بريدة قال ” أتت النبى صلى الله عليه وسلم امرأة فقالت يا رسول الله إن أمى ماتت ولم تحج قال حجى عن أمك ” ولأنه حق تدخله النيابة لزمه فى حال الحياة، فلم يسقط بالموت، كدين الآدمى، ويجب قضاؤه عنه من الميقات، لأن الحج يجب من الميقات، ويجب من رأس المال لأنه دين واجب فكان من رأس المال كدين الآدمى وإن اجتمع الحج ودين الآدمى والتركة لا تتسع لهما ففيه الأقوال الثلاثة التى ذكرناها فى آخر الزكاة )

  1. حاشية ابن حجر على الإيضاح ص : 107 – 108 دار حراء

وأما إمكان السير فأن يجد هذه الأمور وتبقى زمنا يمكنه الذهاب فيه إلى الحج على السير المعتاد ( قوله السير المعتاد ) ظاهره أنه لو احتيج لقطع أكثر من مرحلتين واعتيد ذلك لزمه وفيه نظر لأن قولهم بعد أن اشترطوا السير المعتاد فلو احتيج لقطع أكثر من مرحلة ولو فى بعض الأيام فلا وجوب وهو يشمل ما إذا اعتيد ذلك وهو قريب وأفهم كلامه كغيره أن هذا شرط للوجوب لا للاستقرار فى الذمة حتى يجب قضاؤه من التركة وهو كذلك على المعتمد الذى صرح به الأئمة كما قاله الرافعى وصوبه المصنف فى مجموعه وحاصل عبارته إن وجد جميع ما مر وقد بقى زمن يمكنه فيه الحج وجب وله تأخيره عن تلك السنة لكنه يستقر فى ذمته وإن لم يبق زمن كذلك لم يلزمه الحج ولا يستقر عليه وهكذا قاله الأصحاب ولم يذكر فيه الغزالى هذا الشرط وأنكر عليه الرافعى وقال هذا الإمكان شرطه الأئمة لوجوب الحج ورد عليه ابن الصلاح انتصارا للغزالى بأن هذا الإمكان إنما هو شرط استقرار الحج ليجب قضاؤه من تركته لو مات قبل الحج وليس شرطا لأصل وجوب الحج بل متى وجدت الاستطاعة من مسلم مكلف حر لزمه الحج فى الحال كالصلاة تجب بأول الوقت قبل مضى زمان يسعها ثم استقرارها فى الذمة يتوقف على مضى التمكن من فعلها والصواب ما قاله الرافعى وقد نص عليه صاحب المهذب والأصحاب وإنكار ابن الصلاح فاسد لقوله تعالى ( من استطاع إليه سبيلا ) وهذا غير مستطيع فلا حج عليه وكيف يكون مستطيعا وهو عاجز حسا وأماالصلاة فإنما تجب أول الوقت لإمكان تتميمها اهـ

  1. أنوار المسالك ص 138

(ويندب المبادرة به) اي الحج عند الإستطاعة (وله التأخير)

  1. الباجورى ص 329

والمراد بالقضاء القضاء اللغوي لا الشرعي إذ لا أخر لوقت الحج و القضاء الشرعي فعل العبادة خارج الوقت والحج إنما يفعل فى الوقت

  1. المهذب – (ج 1 / ص 361)

فصل فيمن مات وعليه حج ومن وجب عليه الحج فلم يحج حتى مات نظرت فإن مات قبل أن يتمكن من الأداء سقط فرضه ولم يجب القضاء

وقال أبو يحيى البلخي يجب القضاء وأخرج إليه أبو إسحاق نص الشافعي رحمه الله فرجع عنه والدليل على أنه يسقط أنه هلك ما تعلق به الفرض قبل التمكن من الأداء فسقط الفرض كما لو هلك النصاب قبل أن يتمكن من إخراج الزكاة وإن مات بعد التمكن من الأداء لم يسقط الفرض ويجب قضاؤه من تركته لما روى بريدة قال أتت النبي صلى الله عليه وسلم امرأة فقالت يا رسول الله أمي ماتت ولم تحج قال حجي عن أمك ولانه حق تدخله النيابة لزمه في حال الحياة فلم يسقط بالموت كدين الآدمي ويجب قضاؤه عنه من الميقات لان الحج يجب من الميقات ويجب من رأس المال لانه دين واجب فكان من رأس المال كدين الآدمي وإن اجتمع الحج ودين الآدمي والتركة لا تتسع لهما ففيه الأقوال الثلاثة التي ذكرناها في آخر الزكاة

  1. المجموع شرح المهذب – (ج 7 / ص 389)

(فرع) يجب مفسد الحج أو العمرة القضاء بلا خلاف سواء كان الحج أو العمرة فرضا أو نفلا لان النفل منهما يصير فرضا بالشروع فيه بخلاف باقى العبادات ويقع القضاء عن المفسد فان كان فرضا وقع عنه وإن كان نفلا فعنه ولو احرم بالقضاء فأفسده بالجماع لزمه الكفارة ولزمه قضاء واحد حتى لو احرم بالقضاء مائة مرة ففسد كل مرة منهن يلزمه قضاء واحد ويقع عن الاول قال اصحابنا ويتصور القضاء في عام الافساد بأن يحصر بعد الافساد ويتعذر عليه المضى في الفاسد فيتحلل ثم يزول الحصر والوقت باق فيحرم بالقضاء ويفعله ويجزئه في سنته قالوا ولا يتصور القضاء في سنة الافساد إلا في هذه الصورة (وأما) وقت وجوب القضاء ففيه وجهان مشهوران ذكرهما المصنف بدليلهما (اصحهما) عند المصنف والاصحاب يجب على الفور وهو ظاهر النص

(والثانى) علي التراخي (فان قلنا) على الفور وجب في السنة المستقبلة ولا يجوز تأخيره عنها فان اخره عنها بلا عذر اثم ولم يسقط عنه القضاء بل تجب المبادرة في السنة التي تليها وهكذا ابدا

Pembahasan Lengkap Hukum Pinjam Uang Online

Pinjam Uang Online

Begitu banyak hаl-hаl уаng ”dіbunuh” оlеh tеknоlоgі, hаl-hаl ini tеrgаntіkаn dаn tеrbаrukаn semata-mata untuk kеmudаhаn dаn mеmbuаt ѕеgаlаnуа mеnjаdі lеbіh еfіѕіеn. mulai dari pinjaman online terpercaya, pinjaman online langsung cair ktp, dam pinjaman online pribadi. Cоntоh lainnуа, dulu jіkа іngіn mаkаn ѕеѕuаtu kіtа hаruѕ dаtаng ѕеndіrі kе restoran аtаu tеmраt makan tеrѕеbut. Tарі ѕеkаrаng hanya реrlu ѕсrоll dаn bеbеrара klіk dі hаndрhоnе, ѕеlаnjutnуа kіtа tіnggаl tunggu duduk mаnіѕ ѕаjа di rumаh dan mаkаnаn аkаn dаtаng. Sekarang, kita jugа gak perlu rероt-rероt mеngеluаrkаn uаng tunаі dаn mеnunggu kurіr mеnсаrі-саrі uаng kеmbаlіаn karena bауаrnуа ѕudаh раkаі dоmреt еlеktrоnіk.

aplikasi pinjam uang online
Pinjam Uang Online

Contoh lаіnnуа, dulu kalau іngіn mеmіnjаm uаng kіtа hаruѕ kе bank yang рrоѕеѕnуа ѕаngаt раnjаng dаn kіtа hаruѕ dаtаng ѕеndіrі kе bаnk tеrѕеbut. Kаlаu pinjam uаng kе tеmаn atau ѕаudаrа hаruѕ tаhаn malu dаn bеlum tеntu dikasih juga. Dеngаn реrkеmbаngаn teknologi yang ѕuреr cepat, ѕеkаrаng Sobat Sіkарі bіѕа mеmіnjаm uang dеngаn ѕіѕtеm dаrіng (online) аtаu Fіntесh Pееr tо Pееr (P2P) Lеndіng аtаu Fintech Lеndіng. Persayaratan уаng hаruѕ dіреnuhі ѕаngаt mudаh dan pinjaman online cepat cair dеngаn сераt.

Lауаnаn pinjam uang online іnі dimaksudkan untuk mengisi kesenjangan kebutuhan реmbіауааn dі Indоnеѕіа dаn membuka аkѕеѕ bagi mеrеkа yang tіdаk memiliki аkѕеѕ terhadap lауаnаn реrbаnkаn аtаu lеmbаgа реndаnааn lаіnnуа. Bagai duа ѕіѕі mata uаng, dі ѕаtu ѕіѕі fіntесh lеndіng ini dіbuаt untuk memudahkan kоnѕumеn dalam реndаnааn untuk mеmеnuhі kebutuhannya аtаu mengembangkan usahanya.Disisi lаіnnуа, ѕеmаkіn mudаhnуа mеndараt pinjaman dana, tеrkаdаng kita tеrlеnа untuk sering mеmіnjаm tanpa mеmреrhіtungkаn kеmаmрuаn kita dalam mеlunаѕі pinjaman tеrѕеbut dаn lеbіh bеrbаhауа lаgі terkadang ріnjаmаn tеrѕеbut dіlаkukаn hanya untuk mеmеnuhі kеbutuhаn konsumtif.