Tag Archives: barang Masjid

Begini Hukum Menggunakan Air Milik Masjid Untuk Kepentingan Pribadi

Begini Hukum Menggunakan Air Milik Masjid Untuk Kepentingan Pribadi
Begini Hukum Menggunakan Air Milik Masjid Untuk Kepentingan Pribadi
tintasantri.com – Permasalah kepemilikan barang masjid merupakan sesuatu yang rumit, diantaranya adalah, Bagaimana hukum menggunakan air milik masjid untuk kepentingan pribadi? semisal mengambil air dari masjid untuk kepentingan pribadi. berikut penjelasan hukum menggunakan air milik masjid untuk kepentingan pribadi.
Sebelumnya perlu adanya penegasan dari segi kepemilikan, karena tidak semua masjid berasal dari tanah wakafan. Walaupun sebagian besar, keberadaan masjid yang ada sekarang berasal dari proses pewakafan. Sebab, permasalahan yang ditanyakan merupakan bagian dari konsep pemanfaatan barang-barang yang ada di masjid.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa air yang berada di masjid wakaf statusnya adalah milik masjid. Adapun pemanfaatannya menjadi satu paket dalam pemanfaatan masjid yang berupa barang wakafan. Pemanfaatan barang yang telah diwakafkan harus sesuai dengan tujuan pihak yang mewakafkan (Qasdul Waqif). Hal ini terus berlaku selama tujuan pewakafan tersebut dapat dibenarkan menurut syariat dan menghasilkan kemaslahatan. Namun, apabila tujuan pihak yang mewakafkan (Qasdul Waqif) tersebut belum jelas, maka yang menjadi tolak ukur adalah kebiasaan (‘Urf) yang berlaku di daerah tersebut.
Pemanfaatan air yang berada di masjid sangat mirip dengan permasalahan yang dibahas di dalam Bab Wakaf dari kitab Fathul Mu’in. Syaikh Zainuddin Al-Malibari berkata sebagai berikut:
وَسُئِلَ الْعَلَّامَةُ الطَّنْبَدَاوِيْ عَنِ الْجِوَابِيْ وَالْجِرَارِ الَّتِيْ عِنْدَ الْمَسَاجِدِ فِيْهَا الْمَاءُ إِذَا لَمْ يُعْلَمْ أَنَّهَا مَوْقُوْفَةٌ لِلشُّرْبِ أَوِ الْوُضُوْءِ أَوِ الْغُسْلِ الْوَاجِبِ أَوِ الْمَسْنُوْنِ أَوْ غَسْلِ النَّجَاسَةِ؟ فَأَجَابَ إِنَّهُ إِذَا دَلَّتْ قَرِيْنَةٌ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ مَوْضُوْعٌ لِتَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعِ: جَازَ جَمِيْعُ مَا ذُكِرَ مِنَ الشَّرْبِ وَغَسْلُ النَّجَاسَةِ وَغَسْلُ الْجِنَابَةِ وَغَيْرُهَا وَمِثَالُ الْقَرِيْنَةِ: جِرْيَانُ النَّاسِ عَلَى تَعْمِيْمٍ لِاِنْتِفَاعٍ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ مِنْ فَقِيْهٍ وَغَيْرِهِ إِذِ الظَّاهِرُ مِنْ عَدَمِ النَّكِيْرِ: أَنَّهُمْ أَقْدَمُوْا عَلَى تَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعِ بِالْمَاءِ بِغُسْلٍ وَشُرْبٍ وَوُضُوْءٍ وَغَسْلِ نَجَاسَةٍ فَمِثْلُ هَذَا إِيْقَاعٌ يُقَالُ بِالْجَوَازِ
“Al-‘Allamah Syaikh Thambadawi ditanya tentang masalah kamar mandi dan tempat air yang berada di masjid yang berisi air ketika tidak diketahui status pewakafan air tersebut,  apakah untuk minum, untuk wudlu, untuk mandi wajib atau sunnah, atau membasuh najis?. Beliau menjawab: Sesungguhnya apabila terdapat tanda-tanda (Qorinah) bahwa air tersebut disediakan untuk kemanfaatan umum, maka boleh menggunakannya untuk semua kepentingan di atas, yaitu untuk minum, membasuh najis, mandi junub dan lain sebagainya. Contoh dari tanda-tanda (qorinah) tersebut adalah kebiasaan manusia untuk memanfaatkannya secara umum tanpa ada inkar dari orang yang ahli fikih ataupun yang lainnya. Dan contoh pemanfaatan air sebagaimana contoh di atas adalah boleh,”.
Dari penjelasan Syaikh Zainuddin Al-Malibari yang mengutip pendapat Syaikh Thambadawi dapat ditarik kesimpukan bahwa memanfaatkan air yang berada di masjid dengan cara mengambilnya untuk kepentingan pribadi dapat dibenarkan secara syariat.
Bagaimana bila mengambil air dari masjid untuk kemudian dipindahkan atau di simpan sendiri?
mengutip dari Al-Fatâwî Al-Fiqhiyyah Al- Kubrâ juz 3 hal 237 hukumnya Tidak diperbolehkan karena bukan tergolong pemanfaatan masjid yang diperbolehkan
( وَسُئِلَ ) عَنْ الْمَاءِ الْمُتَصَدَّقِ بِهِ لِلطَّهُورِ فِي الْمَسَاجِدِ عِنْدَنَا هَلْ يَجُوْزُ لِأَحَدٍ نَقْلُهُ إلَى خَلْوَتِهِ وَادِّخَارِهِ فِيهَا لِلطُّهْرِ بِهِ مَعَ مَنْعِ النَّاسِ مِنْهُ وَالْحَاجَةِ إِلَيْهِ فِي الْمَسْجِدِ وَهَلْ يَجُوْزُ مَعَ عَدَمِ ذَلِكَ أَوْ لَا
( فَأَجَابَ ) بِأَنَّ مَنْ تَصَدَّقَ بِمَاءٍ أَوْ وَقَفَ مَا يَحْصُلُ مِنْهُ الطَّهُوْرُ بِمَسْجِدِ كَذَا لَمْ يَجُزْ نَقْلُهُ مِنْهُ لِطَهَارَةٍ وَلَا لِغَيْرِهَا مُنِعَ النَّاسُ مِنْهُ أَوْ لَا لِأَنَّ الْمَاءَ الْمُسَبَّلَ يَحْرُمُ نَقْلُهُ عَنْهُ إلَى مَحَلٍّ آخَرَ لَا يُنْسَبُ إلَيْهِ كَالْخَلْوَةِ الْمَذْكُورَةِ فِي السُّؤَالِ نَعَمْ مَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَتَوَضَّأَ مِنْهُ لَا يَلْزَمُهُ الصَّلَاةُ فِيهِ وَإِنْ احْتَمَلَ أَنَّ الْوَاقِفَ أَرَادَ ذَلِكَ تَكْثِيرًا لِثَوَابِهِ لِأَنَّ لَفْظَهُ يَقْصُرُ عَمَّا يُفْهِمُ ذَلِكَ هَذَا كُلُّهُ إنْ لَمْ يَطَّرِدْ عُرْفٌ فِي زَمَنِ الْوَاقِفِ وَيَعْلَمهُ وَإِلَّا نَزَلَ وَقْفُهُ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ مُنَزَّلٌ مَنْزِلَةِ شَرْطِهِ
Demikian penjelasan mengenai hukum menggunakan air masjid untuk kepentingan pribadi. wallahu a’lam, semoga kita dapat mengambil manfaat dari penjelasan hukum menggunakan air masjid untuk kepentingan pribadi.