Category Archives: HIKMAH

Asal-usul Rabo Wekasan, Benarkah Hari Sial?

TintaSantri.com Asal-usul Rabo Wekasan, Benarkah Hari Sial? –
Rabu terakhir di bulan Safar di Indonesia dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan. Pada hari tersebut, dilaksanakan beberapa amaliyah seperti salat, dzikir dan doa sebagai bentuk permohonan kepada Allah SWT agar terhindar dari segala malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut. Tradisi seperti ini telah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat muslim di Indonesia.

Meski demikian banyak kalangan yang masih bertanya-tanya, benarkah Rabu terakhir di bulan Safar merupakan hari sial? Bolehkah melaksanakan shalat Rebo Wekasan dan amalan lainnya untuk menghindari malapetaka yang diturunkan pada hari tersebut? Oleh karenanya, tulisan ini akan mengupas tuntas tradisi Rebo Wekasan yang telah mengakar kuat khususnya di Jawa melalui perspektif hukum Islam.

Asal-Usul Rebo Wekasan

Dalam khazanah Islam, tradisi Rebo Wekasan disinyalir bermula dari anjuran Syekh Ahmad bin Umar Ad-Dairabi (W. 1151 H) dalam kitabnya yang biasa disebut dengan “Mujarrobat Ad-Dairabi”, di dalamnya tertulis:

ذَكَرَ بَعْضُ الْعَارِفِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ وَالْتَّمْكِيْنِ أَنَّهُ يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ ثَلاَثُ مِئَةِ أَلْفِ بَلِيَّةٍ وَعِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنَ الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّ ذَلِكَ فِيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِيْرِ مِنْ صَفَرَ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبَ أَيَّامِ الْسَّنَةِ.

“Sebagian dari kalangan ulama arifin dan ahli kasyaf menuturkan bahwa pada setiap tahun diturunkan 320.000 malapetaka (bala’). Yakni terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hari tersebut merupakan hari terberat dari sekian banyaknya hari dalam setahun.” [Ahmad bin Umar Ad-Dairabi, Fath Al-Malik Al-Majid, h. 170. Beirut: Maktabah Al-Jumhuriyyah Al-Arabiyah]

Anjuran yang senada juga ditemukan dalam kitab “Al-Jawahir Al-Khams” karya Syekh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar (W. 970 H) dan sebagainya. Untuk menghadapi hari yang begitu berat inilah kemudian banyak ulama yang menyarankan kepada umat Islam agar melaksanakan amalan berupa salat dengan tata cara tertentu dan berdoa guna terhindar dari malapetaka tersebut.

 Menepis Keyakinan Sial saat Rabo Wekasan

Bulan safar identik dengan segala hal yang berbau mitos. Konon Rebo Wekasan ini dulu dilakukan oleh orang Arab Jahiliyah, mereka tidak mau beraktivitas seperti melakukan perjalanan, pernikahan dan lain sebagainya di hari tersebut. Sebab mereka berkeyakinan bahwa bulan Safar ini ialah bulan sial. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah Saw. bersabda:

لاَ عَدْوَىْ وَلاَ صَفَرَ وَلاَ هَامَّةَ

“Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan).” (H.R. Bukhari & Muslim) Perihal kejelasan redaksi “Wala safara” dalam hadis tersebut, Syekh Ibn Rajab Al-Hanbali (W. 795 H) menyatakan:

أَنَّ الْمُرَادَ أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوْا يَسْتَشْئِمُوْنَ بِصَفَرَ وَيَقُوْلُوْنَ: إِنَّهُ شَهْرٌ مَشْئُوْمٌ فَأَبْطَلَ الْنَّبِيُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ وَهَذَا حَكَاهُ أَبُوْ دَاوُوْدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَاشِدٍ الْمَكْحُوْلِيْ عَمَّنْ سَمِعَهُ يَقُوْلُ ذَلِكَ وَلَعَلَّ هَذَا الْقَوْلَ أَشْبَهُ الْأَقْوَالِ وَكَثِيْرٌ مِنَ الْجُّهَالِ يَتَشَاءَمُ بِصَفَر وَرُبَّمَا يَنْهَى عَنِ الْسَّفَرِ فِيْهِ وَالْتَّشَاؤُمُ بِصَفَر هُوَ مِنْ جِنْسِ الْطِّيَرَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا.

“Maksud hadis diatas, kaum Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Safar. Mereka berkata bahwa Safar adalah bulan sial. Karenanya Nabi Saw. membatalkan anggapan tersebut. Pendapat ini diungkapkan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid Al-Makhuli dari orang yang mendengarnya berpendapat demikian. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak kalangan awam yang menyakini datangnya sial pada bulan Safar, serta melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya kesialan pada bulan Safar termasuk kategori thiyarah (meyakini adanya pertanda buruk) yang dilarang.” [Ibn Rajab Al-Hanbali, Lathaif Al-Ma’arif, h. 74. Beirut: Dar Ibn Hazm]

Hadis tersebut menegaskan bahwa bulan Safar sama seperti bulan-bulan yang lainnya, sebab bulan tidak memiliki kehendak sendiri ia berjalan sesuai dengan kehendak Allah Swt. Sehingga, keyakinan sebagian masyarakat perihal mitos kesialan yang terjadi pada bulan Safar tidak dapat dijadikan pegangan. Karena, Islam tidak mengenal adanya hari-hari naas atau hari sial. Syekh Ibn Rajab Al-Hanbali (W. 795 H) menegaskan:

وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الْشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ

“Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu masa tertentu bukan masa yang lain seperti mengkhususkan bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidaklah benar.” [Ibn Rajab Al-Hanbali, Lathaif Al-Ma’arif, h. 75. Beirut: Dar Ibn Hazm]

Hizib Nawawi PDF – Arab, Latin, Terjemahan, Faedah dan Cara Mengamalkannya

TintaSantri.com – Hizib Nawawi PDF – Arab, Latin, Terjemahan, Faedah dan Cara Mengamalkannya –

Hizib Nawawi PDF – Arab, Latin, Terjemahan, Faedah dan Cara Mengamalkannya 

Hizib adalah serangkaian ayat quran, asmaul husna, asma a’dhom yang disusun khusus oleh ulama untuk tujuan tertentu sesuai fadhilah bacaannya. Hizib nawawi merupakan salah satu hizib
yang populer di kalangan para santri.

Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan yang disusun Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah (2015), hizib adalah himpunan ayat-ayat Alquran, kalimat-kalimat zikir, dan doa yang dibaca sebagai
bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selain Hizib Nawawi, terdapat berbagai hizib yang kerap diamalkan oleh umat Islam. Misalnya Hizib Bahri,
Hizib Bukhori, Hizib Syeikh Abdul Qadir Jaelani, dan masih banyak lagi. Penamaan hizib dinisbahkan kepada nama penyusunnya. Penyusun Hizib Nawawi adalah Imam an-Nawawi.

Beliau merupakan ulama besar mazhab Syafi’i, seorang pemikir Muslim di bidang fiqih dan hadits. Umat Islam yang membaca Hizib Nawawi dengan istiqamah dipercaya mendapat perlindungan dari tipu daya nafsu, keburukan setan, dan kejahatan manusia. Agar lebih paham, simak penjabarannya
berikut ini:

Fadhilah Hizib Nawawi

Hizib Nawawi merupakan untaian dzikir-dzikir yang diamalkan oleh Imam an-Nawawi setiap harinya. Berikut faedah dan manfaat pengamal hizib nawawi:

  1. Terhindar dari sihir, pelet dan tenun

Mengutip buku The Secret of Santet tulisan A. Masruri, hizib ini dibaca untuk pencurian, kebakaran, selamat dalam berlalu lintas, dan melemahkan kesaktian orang zalim. 

  1. Terpelihara dari Kejahatan Manusia dan Jin

Sedangkan melansir islam.nu.or.id, Hizib Nawawi dipercaya dapat membentengi seseorang dari tipu daya nafsu dan godaan setan. Bagi yang
mengamalkan hizib ini akan terhindar dari sihir, tipu daya orang-orang dzalim
maupun pengrusak dan keburukan dari jin serta setan.  Selain itu, akan terlindungi juga dari segala
bentuk pelet, tenun, permusuhan dan lain-lain. Pengamal akan mendapatkan
keselamatan dalam berbagai hal sekaligus kesehatan.

Dikutip dari Kitab al-Kunuz an-Nuraniyah, hal. 179-180
yang dikarang oleh Sayyid Mukhlif Yahya al-‘Ali al-Hudzaifi al-Husaini menjelaskan:

وهو من المجربات العظيمة للحفظ من السحر والعين
وشر الشيطان والجان، ولتفريج الكروب، ولرد كيد الظالمين وبغى الباغين، وحسد الحاسدین،
والدخول تحت كنف الله وستره وحمايته -ومن فضائله أنه يكسو قارئه حلةً من البهاء والنور
والجلال والجمال

“Hizib ini termasuk hizib yang mujarab untuk menjaga dari
sihir, tipuan mata (bagian dari sihir), dan keburukan setan dan jin. Hizib ini
juga berfaedah untuk menghilangkan kesusahan, menolak tipu daya orang-orang
yang zalim, menolak aniaya para penganiaya dan kedengkian para pendengki serta
agar ternaungi dalam naungan dan perlindungan Allah. Sebagian fadhilah
(keutamaan) yang lain, hizib ini akan menghiasi pembacanya dengan kemuliaan,
cahaya, keagungan, dan keindahan”

  1. Mendapatkan Kemuliaan dan Perlindungan

Salah satu keutamaan membacanya adalah mendapatkan
kemuliaan, keagungan, cahaya dan keindahan. Sahabat muslim juga akan terhindar
dari penganiayaan, kedengkian dari para pendengki, mendapatkan perlindungan dan
pertolongan dari Allah SWT dalam perkataan, perbuatan dan perilaku lahir serta
batin.

  1. Memberikan Kewibawaan

Apabila amalan ini dikerjakan
secara rutin maka bisa membuat pembacanya memancarkan aura kewibawaan. Dengan
demikian, orang lain yang melihat akan menjadi lebih hormat dan merasa segan.
Apabila ada orang lain yang hendak menzolimi maka Allah-lah yang membalas
perbuatan tersebut berlipat ganda.

Cara Membaca Hizib Nawawi

Ada tata cara mengamalkan
hizib nawawi yang benar. Berdasarkan sumber di atas, Hizib Nawawi sebaiknya
dibaca setiap hari pada waktu tertentu. Secara umum, cara membaca Hizib Nawawi
yang banyak diamalkan adalah:

  • Dibaca 2x sehari, yaitu di pagi hari setelah shalat subuh sampai waktu dhuha, dan malam hari setelah waktu maghrib sampai masuk waktu isya’.
  • Dibaca 3x sehari, persis seperti dua waktu di atas ditambah pada saat masuk waktu sahur.
  • Dibaca 5x sehari setiap usai melaksanakan shalat lima waktu.
  • Dibaca 7x sehari, yakni setiap selesai shalat lima waktu ditambah setelah shalat dhuha dan menjelang tidur.
  • Dibaca 14x, yakni tujuh kali saat pagi dan sore serta tujuh kali saat malam.
  • Dibaca secara berjamaah untuk hajat lebih besar.

Khodam Hizib Nawawi

Khodam adalah makhluk yang
terdapat bacaan berupa ayat quran, asmaul husna, asma Allah al a’dham. Maka
berharaplah anda akan dihadiri khodam baik, yang tidak menyesatkan. Karna
hakikan amalan tergantung pada niat dan tujuannya.

Testimoni Hizib Nawawi

Setiap pengamal hizib nawawi
akan mendapatkan pengalaman sirri berbeda-beda, tergantung tingkat keihlasan
dan keyaninan mereka. Maka jika anda mengamalkan hizib nawawi sudah seharusnya
anda menata hati hanya mengharap ridho dan terkabulkannya hajar dari Allah SWT
melalui hizib ini. 

Hizib Nawawi Arab dan Latin 

Itulah sejumlah keutamaan
Hizib Nawawi dan cara mengamalkannya. Semoga bermanfaat.

TEKS HIZIB NAWAWI

بِسْمِ اللَّهِ اَلله أَكْبَرُ أَقُولُ عَلَى نَفْسِى
وَعَلَى دِيْنِى وَعَلَى أَهْلِى وَعَلَى أَوْلاَدِى وَعَلَى مَالِى وَعَلَى أَصْحَابِى
وَعَلَى أَدْيَانِهِمْ وَعَلَى أَمْوَالِهِمْ أَلْفَ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ اَللهُ أَكْبَرُ أَقُوْلُ عَلَى نَفْسِى
وَعَلَى دِيْنِىْ وَعَلَى أَهْلِى وَعَلَى أَوْلاَدِيْ وَعَلَى مَالِى وَعَلَى أَصْحَابِى
وَعَلَى أَدْيَانِهِمْ وَعَلَى أَمْوَالِهِمْ أَلْفَ أَلْفِ أَلْفِ لاَحَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللهِ وَمِنَ اللَّهِ وَإلَى
اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ وَفِى اللَّهِ وَ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ عَلَى دِيْنِى وَعَلَى نَفْسِى, بِسْمِ
اللَّهِ عَلَى مَالِى وَعَلَى أَهْلِى وَعَلَى أَوْلاَدِى وَعَلَى أَصْحَابِى. بِسْمِ
اللَّهِ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ أَعْطَانِيْهِ رَبِّى ]بِسْمِ اللَّهِ رَبِّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ,
وَ رَبِّ اْلأَرَضِيْنَ السَّبْعِ, وَ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ,  بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ
شَيْئٌ فِي اْلأَ رْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ
وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (3×.)[ بِسْمِ اللهِ خَيْرِ اْلأَسْمَاءِ فِي اْلأَ رْضِ
وَفِى السَّمَاءِ. ]بِسْمِ الله أَفْتَتِحُ وَبِهِ أَخْتَتِمُ
اللّهَ اللّهَ اللّهَ رَبِّى لاَ أُشْرِكَ بِهِ أَحَدًا, اللّهُ اللّهُ اللّهُ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ  هُوَ.  اللّهُ اللّهُ اللّهُ أَعَزُّ وَأَجَلُّ وَأَكْبَرُ
مِمَّا أَخَافُ وَأَحْذَرُ (3×.)[

اللّهُمَّ إِنِّى  أَعُوذُبِكَ
مِنْ شَرِّ نَفْسِى وَ مِنْ شَرِّ غَيْرِى, مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ رَبِّى, بِكَ
اللّهُمَّ أَخْتَرِزُ مِنْهُمْ, وَ بِكَ اللّهُمَّ أَدْرَأُ فِى نُحُورِهِمْ, وَ بِكَ
اللّهُمَّ أَعُوذُ مِنْ شُرُورِهِمْ وَأَسْتَكْفِيْكَ إيَّاهُمْ وَاُقَدِّمُ بَيْنَ
يَدَيِّ وَأَيْدِيْهِمْ وَأَيْدِي مَنْ أَحَاطَتْهُ عِنَايَتِى وَشَمِلَتْهُ إِحَاطَتِى. ]بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ
وَلَمْ يُولَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. (3×)[ وَمِثْلُ ذَلِكَ عَنْ يَمِيْنِى وَأَيْمَانِهِمْ,
وَمِثْلُ ذَلِكَ عَنْ شِمَالِى وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ, وَمِثْلُ ذَلِكَ أَمَامِى وَأَمَامَهُمْ,
وَمِثْلُ ذَلِكَ مِنْ خَلْفِى وَمِنْ خَلْفِهِمْ, وَمِثْلُ ذَلِكَ مِنْ فَوْقِى وَمِنْ
فَوْقِهِمْ, وَمِثْلُ ذَلِكَ مِنْ تَحْتِى وَ مِنْ تَحْتِهِمْ, وَمِثْلُ ذَلِكَ محُيْطٌ
بِى وَبِهِمْ, وَبِمَا أَحَطْنَابِهِ. اللّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ لِى وَلَهُمْ مِنْ خَيْرِكَ
بِخَيْرِكَ الَّذِى لاَ يَمْلِكُهُ غَيْرُكَ,

اللّهُمَّ اجْعَلْنِى وَ إيَّاهُمْ فِى حِفْظِكَ
وَعِيَاذِكَ وَعِيَالِكَ وَجِوَارِكَ وَأَمْنِكَ وَأَمَانَتِكَ وَحِزْبِكَ وَحِرْزِكَ
وَكَنَفِكَ وَسِتْرِكَ وَلُطْفِكَ وَمِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَسُلْطَانٍ, وَإِنْسٍ وَجَانٍّ,
وَبَاغٍ وَحَاسِدٍ, وَسَبُعٍ وَحَيَّةٍ وَعَقْرَبٍ, وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ
آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبىِّ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ, حَسْبِيَ الرَّبُّ مِنَ الْمَرْبُوبِيْنَ, حَسْبِيَ الْخَالِقُ مِنَ الْمَخْلُوقِيْنَ,
حَسْبِيَ الرَّازِقُ مِنَ الْمَرْزُوقِيْنَ, حَسْبِيَ السَّاتِرُ مِنَ الْمَسْتُورِيْنَ,
حَسْبِيَ الناصِرُ مِنَ الْمَنْصُورِيْنَ, حَسْبِيَ القَاهِرُ مِنَ الْمَقْهُورِيْنَ,
حَسْبِيَ الَّذِى هُوَحَسْبِي, حَسْبِيَ مَنْ لَمْ يَزَلْ حَسْبِي, حَسْبِيَ اللهُ
وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ, حَسْبِيَ اللهُ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِهِ. إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى
الصَّالِحِينَ. وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ
لاَ يُؤْمِنُونَ بِالْلاَخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا. وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ
أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي
الْقُرْءَانِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا. ]فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ
الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (7×.)[ وَ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ
الْعَظِيْمِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

خَبَأْتُ نَفْسِى فِى خَزَائِنِ بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, أَقْفَالُهَا ثِقَتِى بِاللهِ, مَفَاتِيْحُهَا لاَحَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ, أُدَافِعُ بِكَ اللّهُمَّ عَنْ نَفْسِى مَاأُطِيْقُ
وَ مَالاَ أُطِيْقُ, لاَطَاقَةَ لِمَخْلُوقٍ مَعَ قُدْرَةِ الْخَالِقِ, حَسْبِيَ اللهُ
وَنِعْمَ الوَكِيْلُ, بِخَفِيِّ لُطْفِ اللهِ, بِلَطِيْفِ صُنْعِ اللهِ, بِجَمِيْلِ
سِتْرِ الله, دَخَلْتُ فِى كَنَفِ اللهِ, تَشَفَّعْتُ بِسَيِّدِنَا رَسُولِ اللهِ,
تَحَصَّنْتُ بِأَسْمَاءِ الله, آمَنْتُ بِالله, تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ, إدَّخَرْتُ
اللهَ لِكُلِّ شِدَّةٍ. اللّهُمَّ يَامَنْ إِسْمُهُ مَحْبُوبٌ, وَوَجْهُهُ
مَطْلُوبٌ, إِكْفِنِى مَا قَلْبِى مِنْهُ مَرْهُوبٌ, أََنْتَ غَالِبٌ غَيرُ مَغْلُوبٍ,
وَصَلىَّ الله عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. حَسْبِيَ
اللهَ وَنِعْمَ الوَكِيْلُ.

Ijazah Hizib Nawawi

Saya ijazahkan hizib nawawi ini dari sanad ulama / kyai kami dari jawa timur. Untuk lebih jelasnya silahkan chatt admin. Berapa mahar ijazah hizib nawawi? Anda dapat memberikan mahar seihlasnya untuk ditasharufkan pembangunan madrasah / masjid / pesantren Ilmu Santri Kudus.

Cikal Bakal Terorisme dalam Islam Menurut KH. Said Aqil Siradj

TintaSantri.com Cikal Bakal Terorisme dalam Islam Menurut KH. Said Aqil Siradj –

Terorisme seringkali dikaitkan dengan ajaran agama tertentu. Meski para pemuka agama selalu menegaskan bahwa masing-masing ajaran agama mereka mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, cikal bakal terorisme dalam agama itu memang ada. Kita tidak boleh menutup mata bahwa memang ada ajaran agama yang berpotensi disalahpahami sehingga melahirkan terorisme.

Dalam Islam, misalnya, cikal bakal terorisme itu telah muncul sejak masa awal perkembangan Islam itu sendiri. Ketua Umum PBNU periode 2010-2021, KH. Said Aqil Siradj, mengatakan bahwa cikal bakalnya telah ada sejak abad pertama hijriah, tepatnya tahun 40 H. Hal ini beliau sampaikan dalam “Dialog Kebangsaan: Memperkuat Persahabatan untuk Memperkokoh NKRI”. Acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) pada 15-16 September.

Cikal bakal terorisme yang dimaksud adalah peristiwa pembunuhan Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Abdurrahman bin Muljam at-Tamimi.

“Kenapa dibunuh? (Menurut Ibn Muljam) Ali kafir. Di mana kafirnya? Karena Ali (menurut golongan sang menyetujui pembunuhannya) ketika memimpin negara tidak menggunakan Al-Qur`an,” Kyai Said menguraikan.

Ayat Al-Qur`an yang dimaksud adalah Q.S Al-Maidah ayat 44 yang artinya, “Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”

“Bagaimana ceritanya kok Ali tidak menjalankan hukum Al-Qur`an? Karena beliau menerima musyawarah antara Muawiyah dan pihaknya,” lanjut Kyai Said.

Karena Sayyidina Ali dianggap mengambil keputusan berdasarkan pendapat manusia, yang mana pendapat tersebut bersumber dari akal, bukan Al-Qur`an, maka dianggap kafir, sehingga dianggap halal untuk dibunuh. Dan itulah yang mendasari tindakan Ibn Muljam. Kelompok yang menganggap bahwa Sayyidina Ali kafir dan halal dibunuh inilah yang dikenal sebagai kelompok Khawarij.

Menurut Kyai Said, hal seperti itu tidak lain disebabkan oleh kesalahan dalam memahami Al-Qur`an, yakni dengan hanya memahami secara literal, tanpa perenungan dan tidak sesuai kaidah maupun metode dalam memahami Al-Qur`an. Padahal, banyak sekali kaidah dan metode yang harus dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan oleh seseorang dalam memahami Al-Qur`an. Kyai Said juga menyebutkan beberapa kaidah seperti Muhkam-Mutasyabih, ‘Aam dan Khas, Nasikh dan Mansukh, dan masih banyak lagi.

Dalam peristiwa Tahkim di tengah perang Shiffin antara Sayyidina Ali dengan lawannya, Muawiyah, tentu beliau memiliki pertimbangan berdasarkan kedalaman ilmunya sebelum memutuskan untuk menerima perundingan damai. Jika saat itu beliau memahami perintah untuk memutuskan hukum berdasarkan ketentuan Al-Qur`an secara literal saja, maka bisa jadi korban yang berjatuhan akan lebih besar. Namun, karena mempertimbangkan kemaslahatan umum, beliau akhirnya menerima perundingan damai yang ditawarkan Muawiyah, meski pada akhirnya merugikan kelompoknya.

Ulama Perlu Dekat Dengan Penguasa, Begini Alasan Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan

TintaSantri.com Ulama Perlu Dekat Dengan Penguasa, Begini Alasan Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan –
Sebagian besar dari kita mungkin masih mempunyai pandangan atau stigma negatif jika ada ulama yang dekat dengan penguasa. Stigma tersebut bisa jadi bermula dari anggapan bahwa setiap penguasa itu kotor dan sangat jauh dari doktrin-doktrin keagamaan. Hal tersebut diperparah dengan narasi bahwa sebagian ulama yang mendekat kepada penguasa tidak lain hanyalah boneka yang sedang mencari panggung dengan menjilat penguasa. Tentu pandangan tersebut sangatlah berlebihan. Jika kedua hal tersebut terus dibenturkan ya tentu tidak akan menemukan titik temu.

Padahal agama dan kekuasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mempunyai pertalian yang begitu kuat. Meminjam istilah Imam Al-Ghazali dua hal tersebut adalah dua saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan.

   الدِّيْنُ وَالْمُلكُ توأمَانِ، فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ، فَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارَسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan pondasi, sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki pondasi, akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal, akan tersia-siakan”.

Oleh sebab itu di antara para ulama salaf semenjak dahulu juga banyak yang dikenal dekat dengan penguasa. Salah satu ulama yang berinteraksi dengan penguasa adalah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, salah seorang mufti Syafi’iyyah di Mekkah abad 19. Ia merupakan mahaguru dari banyak ulama nusantara, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Abdul Hamid Kudus,  K.H Kholil Bangkalan, K.H Sholeh Darat, K.H Sholeh Langitan dan sederet ulama besar lainnya. Secara garis keturunan, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan masih bersambung dengan Syekh Abdul Qodir al-Jailani dan Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Benarkah Bulan Safar, Bulan Sial?

TintaSantri.com Benarkah Safar Bulan Sial?  –Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam penanggalan tahun Hijriah, tepatnya setelah bulan Muharam. Pada bulan tersebut terjadi beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam seperti terjadinya perang pertama dalam Islam, yakni perang Al-Abwa, terjadinya perang Khaibar, hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah yang pertama, dan pernikahan Rasulullah SAW dengan Sayyidah Khadijah.

Namun di balik hal tersebut, bulan Safar mempunyai sisi gelap yang dipercaya oleh bangsa Arab jahiliyah, sehingga menyebutnya sebagai bulan kesialan.

Safar (صفر) dalam bahasa Indonesia diartikan kekosongan. Dinamakan demikian karena rumah-rumah bangsa Arab menjadi kosong atau sepi dari penduduk karena mereka pada keluar untuk berperang ataupun untuk mencari makanan. Mereka bepergian dengan berjalan cepat karena menghindari terik musim panas. Dalam kitab Muhakkam, sebagian ulama berpendapat bahwa penamaan Safar karena bangsa Arab pergi mengumpulkan makanan dari berbagai tempat pada bulan Safar. Ada juga yang berpendapat karena penduduk Makkah mengosongkan kota Makkah untuk bepergian.

Zavilda TV dan Pemaksaan Jilbab di Ruang Publik: Apakah Influencer Sama Dengan Pendakwah?

TintaSantri.com Zavilda TV dan Pemaksaan Jilbab di Ruang Publik: Apakah Influencer Sama Dengan Pendakwah? –

Hijab kembali jadi perbincangan publik. Kemarin (27/8), kita kembali disuguhi perdebatan terkait potongan video Zavilda TV yang merekam seorang perempuan sedang meminta atau lebih tepatnya memaksa wanita lain untuk menutup aurat. Sebenarnya video tersebut telah beredar beberapa bulan lalu.

Kronologi kejadian di video berjudul “Cewe S3xy Mirip Via Vallen Pakai Hijab & Cadar, Kok Nangis?” ini bermula dari permintaan sang ukhti. “Boleh izin tutup auratnya ngak kak,” ujar sang ukhti kepada seorang perempuan, sebutlah bernama A, sedang duduk di bangku sekitaran Malioboro. Dari awal perbincangan si A sudah memperlihatkan sikap menolak, dan terlihat tidak nyaman dengan anjuran ukhti, sehingga sempat berdiri dan berusaha berjalan menjauhi si ukhti.

Namun, ukhti tersebut tetap mendakwahi si A dengan berbekal berbagai stigma perempuan berpakaian terbuka. Bahkan, ukhti terus saja mengoceh dengan sesekali mengutip dalil atau pelajaran agama untuk meloloskan keinginannya memakaikan hijab dan cadar yang telah dibawanya kepada si A.