SMK Pelita Harapan Yang Berlokasi Di Desa Dengok, Kabupaten Bojonegoro

SMK Pelita Harapan, Di Duga Menahan Ijazah Siswa Apabila Tak Bayar Iuran

Bojonegoro || bratapos.com – Sangat disayangkan dunia pendidikan di Indonesia kembali dinodai oleh oknum pendidik yang tidak terkesan dengan etika.

Berawal dari banyaknya rumor dan tudingan bahwa SMK Pelita Harapan yang terletak di Kabupaten Bojonegoro menahan semua ijazah alumninya. Banyak alumni yang kesulitan mengambil ijazah, karena untuk mengambil ijazah mereka diharuskan membayar biaya sebesar Rp 400.000.

Pihak sekolah sendiri juga terlihat alergi terhadap wartawan, karena beberapa wartawan tidak diperbolehkan masuk saat akan melakukan wawancara dengan pihak sekolah terkait rumor penahanan ijazah yang menjadi hak alumni SMK tersebut. Mereka mengunci pagar utama, dan seorang guru berkata kepada awak media dari balik pagar, “Tidak ada yang perlu diklarifikasi, Pak dan pihak SMK tidak mau mengklarifikasi dan tidak menerima tamu meskipun dia wartawan, karena kepala sekolah (JK) tidak ada di kantor, kata guru itu dengan sinis.

TIM Bratapos.com Saat Mencoba Minta Klarifikasi dari Pihak Sekolah, Tapi Tidak Diperbolehkan Masuk

Larangan wartawan melakukan investigasi jelas merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers, mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pelarangan atau pelarangan penyiaran, dan Pasal 4 ayat ( 3) menjamin kebebasan pers. Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sedangkan Pasal 18 ayat (1) mengamanatkan bahwa barang siapa dengan sengaja melanggar hukum, melakukan perbuatan yang mengakibatkan merintangi atau menghambat pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal 2 tahun. banyak Rp500.000.000.

Kemudian, Sabtu (17/9/2022) tim Bratapos melakukan penyelidikan dan bertemu dengan tokoh masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya, dan tinggal tidak jauh dari lokasi SMK Pelita Harapan, ujarnya.
“Kami sebagai masyarakat yang tinggal tidak jauh dari sekolah resah mas, dan pernah membantu alumni SMK Pelita Harapan yang kesulitan mengambil ijazah, bahkan LSM sering diminta untuk membantu mendapatkan ijazah ke sekolah SMK tersebut, dan selalu berkoordinasi dengan kami karena kami sebagai masyarakat yang tinggal dekat dengan SMK Pelita Harapan.” dia berkata.

Sosok tersebut melanjutkan, “Kami sebagai masyarakat merasa kasihan kepada para alumni di tengah ekonomi yang sulit dan terbebani dengan biaya pengambilan ijazah, diduga dengan nilai nominal Rp 400.000, karena saya juga wali mahasiswa, jadi saya bisa merasakan betapa berat biayanya,” kata sosok tersebut.

Sosok tersebut juga menambahkan jika SMK Pelita Harapan selalu membuat keributan, dan membuat masyarakat resah, lebih baik dicabut saja izinnya, karena selalu menyulitkan masyarakat.

Kemudian, di tempat terpisah, salah satu alumni SMK Pelita Harapan, Mawar (19) menceritakan kepada awak media,
“Iya betul om, kebanyakan alumni susah dapat ijazah dan harus bayar iuran Rp 400.000. Kalau tidak mau bayar jangan kasih ijazah, paman, teman sekelas saya. Dulu minta fotokopi ijazah karena syarat nikah sudah dibuat, dan saya disuruh bayar Rp 200.000,” kata Rose kepada awak media.

Karena banyaknya pemberitaan awak media, berbeda dengan pernyataan masyarakat sekitar dan alumni, Kepala SMK Pelita Harapan (JK) mencoba menghubungi wartawan Bratapos melalui percakapan via WhatsApp, dan berkata, “Tolong, mas , siapa pun dari alumni SMK Pelita Harapan yang ingin mengambil ijazah, kami dari sekolah tidak pernah menahan atau menyita karena banyak dari alumni yang tidak memiliki tanda tangan atau cap jempol tiga jari,” kata kepala sekolah.

Biro Hukum Bratapos.com, Ardian SH.

Sedangkan menurut firma hukum Bratapos, Ardian SH. Segala bentuk pemerasan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang korupsi, khususnya Pasal 12 e, yang diancam dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Dan jika pelaku pemerasan adalah pegawai negeri sipil, maka dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara. (dilanjutkan oleh Merah).

Reporter : KH sym, Brand, By
Editor : AS

artikel berita ini telah tayang di bratapos.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *